Megawati: Agenda Liberalisasi Masuk RI Sejak 1998
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri mengungkapkan, agenda liberalisasi masuk dalam sendi-sendi kehidupan negara sejak reformasi 1998.
Liberalisasi di bidang politik dan ekonomi itu berjalan simultan atau bersamaan, konsekuensi dari penandatanganan surat resmi bisnis atau Letter of Intent dengan International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional (DMI), sehingga demokrasi Indonesia pun berubah drastis.
"Berdampak juga kepada kebijakan politik ekonomi. Kesemuanya berujung pada eksploitasi seluruh kekayaan negeri," kata Megawati di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan Jakarta, Rabu 30 Maret 2016.
Eksploitasi itu dia nilai merupakan buah liberalisme. Liberalisme berinduk pada kapitalisme. Kapitalisme menciptakan krisis. "Belum selesai krisis yang satu, muncullah krisis lainnya,” ujar dia.
Karena itu, Megawati mengingatkan agar bangsa Indonesia kembali ke jati diri bangsa, yakni Pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana seruan Presiden pertama Indonesia yakni Soekarno ketika menghadapi berbagai kesulitan tahun 1945 hingga 1959.
"Bung Karno mengingatkan bahwa konstitusi saja tidak cukup, tetapi yang penting bagaimana konstitusi itu berfaedah bagi kesejahteraan masyarakat," ujar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Bung Karno ingin agar Undang-Undang Dasar tersebut dibumikan dalam suatu konsepsi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yakni demokrasi yang menyejahterakan rakyat. Konsepsi tersebut bukan sekadar untaian kata-kata teoritis yang sarat dengan istilah-stilah ilmiah.
"Konsepsi tersebut berisi detail uraian pola pembangunan yang dapat dijalankan, dan kemudian menjadi satu jembatan emas kemerdekaan, dengan tiang-tiangnya adalah UUD 1945,” kata Mega.