Ketua DPR: Jangan Kompromi dengan Teroris Abu Sayyaf
VIVA.co.id - Ketua DPR, Ade Komarudin, ikut merespons kasus penyanderaan kapal Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf. Menurut Ade, Indonesia sudah berpengalaman menghadapi situasi ini, misalnya saat menggelar operasi Woyla.
"Kita kan sudah ada pengalaman saat itu pada zaman Benny Moerdani. Waktu itu, dia yang memimpin operasinya, operasi Woyla," kata Ade saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.
Ade tak ragu dengan kemampuan aparat keamanan dan pertahanan Indonesia. Ia meyakini bahwa mereka akan menyelamatkan kapal dan korban penyanderaan tersebut.
"Saya kira tentara, kepolisian, semua aparat, pasti bisa mengambil langkah yang tepat. Buktinya operasi itu berhasil," kata Ade lagi.
Menurut politikus Partai Golkar itu, kunci yang tepat dalam menghadapi situasi saat ini adalah sikap tanpa kompromi kepada para peneror. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya perlindungan kepada warga negara.
"Jangan pernah kompromi, lakukan operasi secara tepat. Jangan khawatir, kita pernah berhasil," imbuh Ade.
Ade menyarankan pemerintah tidak perlu memenuhi tuntutan tebusan dari penyandera. Menurutnya, negara tidak boleh kalah oleh para teroris atau penjahat.
"Apalagi ini menghadapi semacam pemerasan. Masa negara ini harus patuh pada premanisme, terorisme. Terlalu mahal harga diri bangsa, takluk pada upaya sedikit kelompok," kata pria yang akrab disapa Akom tersebut.
Kelompok milisi Abu Sayyaf, diduga membajak Kapal Motor Brahma 12 yang dinakhodai Peter Tonsend Barahama di perairan Laguyan, Tawi-Tawi, Mindanao Selatan. Saat ditemukan warga setempat, 10 kru dari kapal dengan call sign YDB-4731 itu sudah tidak berada di kapal. Mereka diduga sudah dibawa anggota kelompok Sayyaf.
Dari data Indonesia Liason Officer TNI, 10 nama kru kapal yang disandera diperoleh, yakni Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, dan Wendi Raknadian. (one)