Saatnya Hindari 'Saling Memanfaatkan' di Pilkada
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Abdul Aziz Kafia menilai partai politik sering hanya menjadi alat legitimasi seorang calon untuk maju dalam sebuah kontestasi pemilihan. Tidak peduli apakah seorang calon itu, kader atau bukan dari partai politik tertentu.
"Makanya ketika Pilkada Serentak, partai ramai-ramai mencari calon yang paling penting adalah populer. Masalah kompetensi nomor sekian, yang penting tingkat keterpilihannya tinggi, popularitasnya tinggi, dan tidak ketinggalan, dananya juga tinggi," kata Aziz di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 23 Maret 2016.
Padahal, idealnya, kata dia, dalam setiap kontestasi di pilkada, pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif, parpol seharusnya menyuguhkan kader-kader terbaik. Oleh karena itu, untuk menghindari "saling memanfaatkan" antara parpol dan calon kepala daerah, Aziz mendorong kemudahan bagi calon kepala daerah perseorangan.
"Makanya, dengan adanya fenomena calon independen Ahok (Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama) ini. Saya berharap dalam revisi Undang-Undang Pilkada nanti ruang bagi calon independen maju itu dipermudah," ujar dia.
Namun, bukan berarti, kata dia, perubahan dilakukan karena petahana Pilkada Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Aturan mempermudah calon perseorangan atau calon independen adalah untuk seluruh warga negara.
"Ahok hanya bagian kecil dari fenomena. Lagian Ahok juga nanti belum (pasti) sebagai calon independen, pendaftaran saja belum dibuka," katanya.
Aziz mengingatkan bahwa mempermudah syarat calon perseorangan artinya meminimalisasi hanya ada calon tunggal di pilkada seperti yang jamak terjadi pada Pilkada 2015. Hal tersebut juga diyakini bisa mendorong publik untuk memilih.
"Kalau nanti jadi revisi UU Pilkada, jangan revisi calon independen saja. Belum tentu dengan munculnya fenomena Ahok itu pertanda deparpolisasi, itu hanya dibuat-buat saja," kata dia.