Catatan Komnas HAM Soal Pilkada Serentak
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Rangkaian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak telah dilaksanakan perdana pada 9 Desember 2015 lalu. Komnas HAM melalui pemantauan di 17 wilayah yang melaksanakan pilkada, menyampaikan sejumlah catatan.
"Pendataan pemilih belum sepenuhnya akurat, khususnya bagi kelompok rentan. Pelayanan pemilih kelompok rentan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah mengalami peningkatan, kendati terbatas pada kolom khusus disabilitas dan penyediaan alat bantu di TPS (tempat pemungutan suara)," kata Ketua Tim Pemantauan Pilkada 2015, Dianto Bachriadi di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 14 Maret 2016.
Komnas HAM juga masih menemukan pengabaian hak konstitusional Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sedang berada di luar negeri. Selain itu, prinsip-prinsip netralitas masih kerap diabaikan.
"Masih ditemukannya praktik ketidaknetralan PNS (Pegawai Negeri SIpil) dalam proses pilkada dan terdapat penurunan partisipasi pemilih. Terjadinya penundaan pilkada, yang menyebabkan berkurangnya pemenuhan HAM warga negara," ujar Dianto.
Terdapat empat prinsip yang digunakan oleh Komnas HAM sebagai parameter menilai Pilkada 2015 yakni, bebas (free), berkeadilan (fair), berkala (periodic), dan tidak manipulatif (genuine).
Berdasarkan pada parameter bebas, Pilkada 2015 belum sepenuhnya bebas, karena beberapa intimidasi terhadap pemilih dan praktik diskriminasi ras dan etnis masih terjadi.
Kemudian, belum sepenuhnya fair, karena ada kendala pemberian suara yang masih diwakilkan, sehingga tidak memenuhi prinsip satu pemilih satu suara. Sementara itu, aspek periodic sudah terpenuhi.
"Telah terpenuhinya aspek periodic, karena dilaksanakan secara serentak. Belum optimalnya prinsip genuine akibat praktik mobilisasi pemilih dan manipulasi hasil Pemilu," kata Dianto lagi. (asp)