Ini Solusi untuk Antisipasi Calon Tunggal di Pilkada
- VIVA.co.id/ Agustinus Hari.
VIVA.co.id – Presiden Institut Otonomi Daerah (i-Otda) Djohermansyah Djohan mengusulkan solusi untuk mengatasi calon tunggal dalam pilkada. Menurut dia, perlu dibuat aturan pada partai politik yang tidak mengajukan calon saat pilkada agar diberi hukuman atau penalti.
"Jadi harus ada cara-cara untuk menghilangkan (calon tunggal), sehingga calon tetap ada (selain calon tunggal). Penaltinya kalau dia tidak ngusung calon, maka partai politik itu diberi hukuman tidak boleh mengajukan calon lagi kepala daerah pada pilkada berikutnya," kata Djohermansyah di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Maret 2016.
Selanjutnya, Dewan Pakar i-Otda, J Kristiadi, mengatakan bahwa hukuman tersebut akan menjadi sinyal yang keras untuk partai agar mendidik kader dengan benar. Bagi partai yang tidak mengusulkan patut dipertanyakan apakah bisa atau tidak mendidik kader.
"Kalau mereka paham, bahasanya keras sekali itu. Nggak mengusulkan calon kok dihukum, kenapa? Kamu selama ini tidak bisa mendidik kader dengan benar, ke mana saja partai?" kata Kristiadi pada kesempatan yang sama.
Lalu, Dewan Pakar i-Otda yang lain, Siti Zuhro, mengatakan, persoalan calon tunggal memang menonjol dalam pilkada. Sebab, masalah tersebut bisa dianggap sebagai keprihatinan lantaran Indonesia adalah negara multipartai. tapi masih menghasilkan calon tunggal.
"Ini berarti ada yang salah. Jadi harus ada penalti," kata Siti.
Sebelumnya, masalah calon tunggal pilkada sempat muncul pada pilkada serentak 2015. Setidaknya ada tujuh daerah yang tak memiliki calon lebih dari satu.
Mereka antara lain Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Jawa Timur), Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Pacitan (Jawa Timur), Kota Surabaya (Jawa Timur), Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat), dan Kota Samarinda (Kalimantan Timur).
KPU akhirnya memutuskan untuk memperpanjang pendaftaran calon di daerah-daerah itu. Setelah itu, hanya tiga daerah yaitu Blitar, Timor Tengah Utara, dan Tasikmalaya, yang masih dengan calon tunggal. Mahkamah Konstitusi kemudian memperbolehkan mereka tetap mengikuti pilkada serentak periode pertama tersebut.