Fahri: Jokowi Harusnya Pimpin Pemberantasan Korupsi

Fahri Hamzah
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyoroti tarik ulur revisi Undang-Undang  Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Cabut Revisi UU KPK, Demokrat Dekati PKS dan Gerindra

Fahri bahkan mempertanyakan ancaman Ketua KPKi Agus Rahardjo akan mundur dari jabatannya jika revisi itu benar dilakukan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan proposal atau visi mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia seharusnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

"Seharusnya Presiden yang punya proposal. Tidak boleh kita dijebak yang bukan persoalan inti. Sensasi, tarik ulur," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.

Menurut Fahri, para pemilih Jokowi dahulu berharap Jokowi-lah yang menjadi panglima dalam pemberantasan korupsi, bukan malah Ketua KPK Agus Rahardjo.

"Bukan Agus Rahardjo, tapi Jokowi- JK. Mereka yang harus keluar konsepnya. Begini loh, karena rentang kekuasaan Presiden lebih besar daripada lembaga lain," ujar Fahri.

Jokowi sendiri didesak untuk segera bersikap atas revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sudah menyatakan menolak revisi tersebut.

Revisi UU KPK ini awalnya merupakan inisiatif pemerintah. Namun DPR mengambil alih sehingga menjadi inisiatif dewan dan menjadi program legislasi nasional prioritas pada 2015.

Ada empat poin yang menjadi kesepakatan revisi, yakni penyadapan, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), penyidik independen, dan pembentukan Dewan Pengawas.

Namun belakangan, Presiden melalui juru bicaranya menyebutkan revisi itu melemahkan KPK. Sebab, poin-poin dalam draf, seperti penyadapan dan penyitaan harus izin Dewan Pengawas dinilai sebagai bentuk pelemahan.

Sementara di DPR, Fraksi Gerindra, PKS dan Demokrat, sudah menyatakan menolak revisi ini. (ase)