Wewenang Dewan Pengawas Lampaui Pimpinan KPK Dibantah
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Empat poin revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat perhatian publik. Salah satunya yang kencang menjadi pro dan kontra adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK yang wewenangnya dianggap terlalu besar.
Dalam draf revisi itu disebutkan bahwa penyadapan dan penyitaan yang dilakukan oleh KPK harus seizin Dewan Pengawas. Namun hal itu dibantah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan.
"Enggak ada itu (penyadapan seizin Dewan Pengawas). Penyadapan semua prosesnya itu seluruhnya berada di tangan pimpinan KPK. Tidak ada intervensi orang lain," kata Luhut Binsar Pandjaitan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat 19 Februari 2016.
Hanya kata dia, Dewan Pengawas memang diangkat presiden. Namun fungsinya bukanlah melebihi peran pimpinan KPK.
"Seperti oversight committee, melihat, mengingatkan misalnya ada hal-hal yang harusnya dilakukan tidak dilakukan," katanya lagi.
Sementara terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Luhut menjelaskan baru bisa terbitkan oleh KPK dalam kondisi tertentu saja yaitu saat tersangka meninggal atau sakit keras seperti lumpuh.
"Nah yang menentukan kan mereka juga. Bukan yang menentukan pemerintah tidak, yang menentukan tetap pimpinan KPK tadi itu," lanjut mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.
Sementara poin penyidik independen kata Luhut sesuai dengan keinginan KPK sejak awal, dengan tujuan bisa menambah personel secara mandiri.
"Dapat diusulkan atau diambil oleh KPK dari non-Kejaksaan maupun Kepolisian," tambah Luhut.