Setiba di Tanah Air, Jokowi Bakal Terima Pimpinan KPK
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/
VIVA.co.id – Setibanya dari Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) rencananya akan menerima Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu untuk memenuhi harapan pimpinan KPK yang memang ingin membicarakan soal draf revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Iya lah (pasti diterima Presiden), memberi masukan kan," kata Juru Bicara Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo, di Kawasan Istana Negara soal pertemuan itu, Jakarta, Rabu, 17 Februari 2016.
Dia mengatakan bahwa Jokowi senantiasa mengikuti perkembangan isu terkini di Tanah Air. Salah satunya adalah pro dan kontra revisi UU KPK yang semakin ramai. Pula keinginan pimpinan KPK yang dipimpin Agus Rahardjo untuk menemui Jokowi.
"Saya kira Presiden sudah tahu dan sudah dibaca di berita," kata mantan juru bicara KPK ini.
Walau demikian, Johan mengakui bahwa belum ada jadwal resmi dari pihak Istana Kepresidenan soal pertemuan tersebut.
Jokowi sendiri akan kembali ke Tanah Air pada Kamis, 18 Februari 2016 dan dijadwalkan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada Jumat pagi, 19 Februari 2016. Sementara besok rencananya bakal diselenggarakan Sidang Paripurna DPR untuk mengambil keputusan perihal revisi UU ini.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku ingin bertemu dengan Presiden Jokowi terkait sikap mereka yang menolak revisi ini. Pimpinan KPK juga memilih tidak hadir saat diminta masukannya oleh Badan Legislasi DPR beberapa waktu yang lalu.
"Ya sampaikan keberatan kami. Kalau bisa meyakinkan Presiden untuk menunda dan menolak revisi itu saat ini," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 16 Februari 2016.
Hari ini, Juru Bicara Presiden, Johan Budi menanggapi seputar poin krusial dalam revisi UU KPK. Johan secara pribadi menyampaikan keberatan dengan adanya wewenang Dewan Pengawas yang dianggap terlalu besar antara lain soal pemberian izin penyadapan.
Dia juga mempermasalahkan soal bakal adanya wewenang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) apabila didasarkan pada kurangnya alat bukti. KPK yang tak memiliki SP3 itu, kata Johan, punya sejarah panjang. (ase)