"Isu Konvensi Bentuk Keinginan Kader Menangkan Pilpres 2019"
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Konvensi menjadi salah satu cara dalam menjaring calon presiden. Partai Golkar pernah menerapkan sistem tersebut pada 2004.
Namun selanjutnya, mekanisme itu tidak digunakan. Pada 2009, Golkar mengajukan Jusuf Kalla yang merupakan ketua umum sebagai calon presiden. Kemudian, pada 2014 lalu, Partai Beringin tak mengajukan calon dari internal dan memilih mendukung Prabowo Subianto.
Kini, Golkar akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Wacana konvensi kembali mengemuka sebagai persiapan partai tersebut menyongsong Pemilu 2019, yang akan digelar secara serentak baik pemilihan presiden maupun legislatif.
"Mekanisme konvensi menjadi isu menjelang Munaslub Golkar. Saya memaknainya sebagai keinginan kader untuk memenangkan Pilpres 2019," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Tantowi Yahya, kepada VIVA.co.id, Rabu, 17 Februari 2016.
Dengan konvensi, Tantowi menilai Golkar membuka ruang bagi siapa saja yang pantas dan mempunyai peluang besar untuk menang.
"Wajar saya rasa. Semua ide dan pemikiran-pemikiran bagus ini akan dibahas di Munaslub," ujar anggota Komisi I DPR tersebut.
Meski demikian, Tantowi berpendapat bahwa konvensi boleh dipikirkan ketika dari internal memang tidak ada yang layak dan berpeluang jadi presiden. Jika banyak yang pantas dari internal, maka konvensi tidak perlu ada.
Dia menambahkan, kader-kader yang diproyeksikan menjadi pemimpin nasional harus diberikan banyak ruang dan waktu untuk mengaktualisasikan pemikiran-pemikiran cerdasnya di ruang publik. Sebab, hanya dengan cara itu, potensi-potensi itu akan terlihat oleh rakyat.
(mus)