Penyadapan KPK Direncanakan Seizin Dewan Pengawas
- ANTARA FOTO/OJT/Abdul Malik
VIVA.co.id – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bertumpu pada empat hal yaitu penyadapan, penyidik independen, dewan pengawas dan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.
Sementara izin penyadapan, kata Yasonna, direncanakan melalui izin Dewan Pengawas KPK. Hal tersebut, menurut Politikus PDI Perjuangan ini, bakal lebih memudahkan dibandingkan KPK harus memperoleh izin pengadilan.
"Kan konsekuensi dari putusan MK," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Rabu 10 Februari 2016.
Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menerbitkan putusan bahwa penyadapan harus diatur dalam undang-undang. Mahmakah berpendapat, penyadapan merupakan bentuk pelanggaran right of privacy sebagai bagian dari HAM yang dapat dibatasi sehingga dinilai berpotensi melanggar UUD 1945.
Namun, pembatasan atas hak privasi hanya dapat dilakukan dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Sementara selama ini penyadapan di KPK diatur dalam SOP internal. Dia mengatakan, pemerintah karena itu tinggal melakukan pengetatan atas SOP tersebut.
"Misalnya penyadapan itu dari pengadilan, itu pasti kami tidak terima. Jadi SOP-nya yang kami perkuat. Penyadapan tetap ada tapi SOP-nya kami perkuat," jelasnya.
Penyadapan kata dia harus dijalankan dengan taat pada aturan.
"Hanya tinggal siapa yang mengawasi, ya kan begitu. Enggak bisa ada penyidik langsung saja (menyadap) tanpa ini (aturan)," kata dia lagi. (ren)