Revisi UU Terorisme Dikritik, Menko Luhut: Emang Kita Bego
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Menanggapi sejumlah kritik terhadap draf revisi Undang-Undang Terorisme, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan perbandingan. Menurut Luhut, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme lebih beradab dibandingkan aturan di negara lain.
"Ya suruh saja dia datang kemari emang kita bego apa ya. Ya tidak lah, itu semua karena kami ingin membuat negeri kita ini aman. Revisi UU Terorisme itu masih lebih soft dibanding dengan internal security act-nya (ISA) Singapore atau Malaysia. Kita masih lebih civilized," kata Luhut Pandjaitan soal kritik terhadap revisi UU Terorisme dalam wawancara dengan VIVA.co.id di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat, 5 Februari 2016.
Sebelumnya, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan sejumlah kalangan mengkritik revisi UU Terorisme yang menggulirkan masa penahananan lebih lama terhadap terduga terorisme. Perpanjangan masa penahanan yang pada awalnya hanya 7 hari tersebut dikhawatirkan bisa berpotensi penganiayaan terhadap terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Namun perpanjangan masa penahanan dinilai Luhut sebagai tindakan pencegahan terhadap aksi terorisme yang bisa dilancarkan anggota jaringan sewaktu-waktu. Selama ini, Indonesia menurut Luhut, bak surga bagi para teroris.
"Misal kita buat rundingan di ruangan ini mufakat untuk melakukan kudeta, ya kita bisa ditahan dan diperiksa selam 30 hari. Itu yang saya namakan preventif. Sebelum mereka aksi sudah bisa diambil dahulu (langkah pencegahan), orang yang menyiapkan fasilitasnya juga bisa ditanya," kata Luhut.
Selain perpanjangan masa penahanan, maka pemerintah juga mengatur adanya pencabutan paspor bagi orang-orang yang diduga ke luar negeri untuk bergabung dengan organisasi garis keras khususnya yang berkaitan dengan terorisme.
Luhut berharap draf tersebut sudah sudah di tangan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
"Sekarang dia join foreign fighter di Syiria, dia balik kita tak bisa berbuat apa-apa (tanpa aturan). Nah, sekarang kalau lu orang pergi ke sana kami ada bukti, ya paspormu kami cabut atau pas sampai di Indonesia kita ambil kewarganeraannya. Hal-hal seperti itu saja," kata Luhut.
Pascaledakan Bom Sarinah, 14 Januari 2016 lalu, pemerintah menggencarkan program deradikalisasi dan pemberantasan terorisme. Sementara dalam hal regulasi, penanganan terorisme akan diperketat melalui perubahan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (ase)