Isu Revisi UU KPK Pengaruhi Kepuasan Publik Terhadap Jokowi
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Isu revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memengaruhi tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kepuasan yang cukup baik dinilai bisa terganggu jika Jokowi tidak memenuhi aspirasi publik untuk mempertahankan posisi KPK.
Direktur Riset LSI Hendro Prasetyo mengatakan, publik yang tahu tentang rencana revisi UU KPK cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah terhadap kinerja presiden dibandingkan mereka yang tidak mengikuti isu ini.
Temuan riset Indikator Politik Indonesia, dengan dibantu LSI dan Asian Barometer, melihat dalam hal pembatasan kewenangan penyadapan, perbandingan puas dan tidak puasnya adalah 63:73 persen, dan dalam kewenangan penuntutan adalah 62:72 persen.
"Artinya ketika mereka sudah tahu bahwa revisi UU KPK akan digulirkan, maka risiko terhadap penurunan trust terhadap Presiden akan turun," kata Hendro di kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 8 Februari 2016.
Sementara dilihat dari basis pendukungnya, pendukung Presiden Jokowi maupun Prabowo Subianto, mayoritas tidak setuju dengan pembatasan kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan juga penuntutan.
Dari 67 persen pemilih Jokowi yang mengikuti isu ini, 91 persen tidak setuju pembatasan kewenangan penyadapan KPK. Sementara untuk penghapusan kewenangan penuntutan, 93 persen tidak setuju.
Kemudian dari 72 persen pemilih Prabowo yang mengikuti isu ini, 93 persen menyatakan tidak setuju dengan pembatasan kewenangan penyadapan. Dan untuk penghapusan kewenangan penuntutan, 85 persen tidak setuju.
"Harapannya adalah kepada Pak Jokowi, tentunya untuk mendengarkan aspirasi ini. Saya kira modal beliau cukup besar untuk melakukan kaitannya dengan revisi UU KPK," ujar Hendro.
Survei ini dilakukan terhadap warga Indonesia yang berumur 17 tahun atau lebih. Jumlah responden dalam wawancara tatap muka ini adalah 1.550 responden, dengan margin of error plus minus 2,5 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen, wawancara dilakukan pada 18-29 Januari 2016.