Mahkamah Konstitusi Disarankan Ubah Pasal 158 UU Pilkada
Senin, 1 Februari 2016 - 18:46 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra, menyarankan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk ubah pasal 158 Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pasal ini mengatur penyelesaian sengketa Pilkada secara internal, atau tidak perlu menunggu proses
judicial review
.
Pasal 158 ayat (1) dan (2) membatasi penyelesaian sengketa Pilkada terkait batas waktu dan selisih perolehan suara dari segi syarat formil.
"Namanya konsep pseudo judicial review. MK bisa saja menguji norma melalui konsep konflik, kan itu pernah dilakukan pada penyelesaian UU Pilkada sebelumnya" ujar Saldi di Gedung MK, Jakarta, Senin 1 Februari 2016.
Baca Juga :
MK Putuskan Nasib 26 Sengketa Pilkada Hari Ini
Walaupun nanti direvisi, lanjut dia, pembatasan terkait syarat formil penyelesaian sengketa Pilkada tetap harus dibatasi. Tapi pembatasan itu tidak boleh absolut dan masih mungkin diterobos jika ada bukti-bukti yang mendukung.
MK harusnya berpedoman terhadap bukti yang dihadirkan dan tidak terpaku pada aturan pembatasan sebagai syarat formil. "Kalaupun memenuhi ambang batas tapi buktinya tidak kuat ya digugurkan, dismissal proses itu. Kalau dismissal proses, ada bukti kuat, ambang batas itu bisa diterobos" ujar dia.
Undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) mengatur bahwa syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih suara maksimal dua persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi maksimal dua juta penduduk.
Sementara bagi penduduk lebih dari dua juta sampai enam juta, syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.
Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal dua persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen.
Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara satu persen, dan daerah dengan jumlah penduduk di atas satu juta jiwa minimal selisih suara 0,5 persen.
Sebelumnya, juru bicara MK, Fajar Laksono Soeroso menanggapi banyaknya kritik terhadap pasal 158 UU Pilkada yang isinya mengatur batas selisih perolehan suara untuk mengajukan gugatan ke MK. Menurutnya, . Selama belum diubah, maka MK tetap akan berpedoman pada UU tersebut dalam memutuskan perkara. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal dua persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen.