Ini Saran Ketua Komisi I untuk Akhiri Petualangan Santoso
- VIVA.co.id\Purna Karyanto
VIVA.co.id - Salah satu gembong teroris di Indonesia, Santoso alias Abu Wardah, hingga kini belum tertangkap. Upaya yang dilakukan oleh Polri sepertinya selalu menemui kegagalan.
Terkahir muncul alasan bahwa pendiri Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu sulit ditangkap hidup atau mati karena membangun basis gerakan bersenjata di hutan-hutan wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Kepolisian tidak dapat menjangkaunya.
"Ya polisi memang tidak disiapkan untuk operasi-operasi di hutan. Yang memang disiapkan, dididik, untuk itu kan TNI. Tapi ini bukan tugas TNI. Tugas TNI perang," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, dalam wawancara khusus dengan VIVA.co.id, belum lama ini.
Mahfud lalu mengajak semua pihak untuk melihat UU TNI. Di sana diatur, tugas operasi selain perang, salah satunya adalah terorisme, selain separatisme. Tetapi kemudian disyaratkan, penglibatan TNI untuk melaksanakan operasi militer selain perang, prinsipnya harus perbantuan. Artinya, membantu polisi dan melalui keputusan politik negara.
"Negara itu siapa? Representasinya kan Presiden. Kepala Negara kan Presiden," kata Mahfudz lagi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menegaskan langkah itu bisa ditempuh. Gambaran konkritnya, dengan fakta bahwa masalah Santosa tidak selesai-selesai, maka Presiden Jokowi membuat keputusan melibatkan TNI ke polisi untuk penanggulangan masalah Santoso.
"Jelas, berapa banyak (prajurit) yang dilibatkan, sampai kapan, targetnya apa. Jelas itu kan," ujarnya.
Namun sayang, lanjut Mahfudz, ide tersebut tak pernah terealisasi. Padahal, persoalannya sebenarnya tidak pelik yaitu masalah koordinasi antar institusi keamanan dan pertahanan seperti Polri dan TNI dengan Presiden sebagai pucuk pimpinannya.
"Nah, inikan yang tidak terjadi. Kenapa sih susah banget polisi sama TNI kerja sama? Yang ada malah berantem, mana tuh kejadian. Terbaru di Sulawesi," tutur Mahfudz.