Politikus PKS: Revisi UU Terorisme Tak Mendesak
Kamis, 21 Januari 2016 - 13:34 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Fajar Sodik
VIVA.co.id
- Anggota Komisi III Nasir Djamil menilai Undang-undang Nomor 15 tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum mendesak untuk direvisi. Pasalnya, undang-undang itu menurut Nasir masih bisa mengakomodir penegak hukum dalam menangani terorisme.
"Pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian, TNI, bisa menggunakan sejumlah peraturan perundang-undangan. Tidak terpaku pada UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ada sejumlah UU lain yang bisa digunakan aparat," kata Nasir di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jakarta, Kamis 21 Januari 2016.
Baca Juga :
Enam Simpatisan ISIS Dituntut 5-8 Tahun Penjara
Selain itu, program deradikalisasi diminta menjadi prioritas pemerintah. Hal tersebut diperkirakan lebih ampuh mencegah bertambahnya orang-orang yang terjerumus dalam paham ekstrimisme.
"Seharusnya negara lebih banyak anggarkan program deradikalisasi. Paham bisa dihilangkan, mereka juga mendapatkan lapangan kerja, tidak terbujuk rayuan kelompok-kelompok radikalisme," kata dia.
Sementara Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Agus Hermanto hari ini justru mengusulkan agar presiden mengeluarkan perppu soal terorisme itu. Revisi UU menurut Agus bakal makan waktu lama. Bom Sarinah menurut dia sudah cukup menjadi alasan mendesaknya aturan itu dikeluarkan.
"Untuk itu pemerintah harus menindaklanjuti secepatnya dengan perppu," kata Agus.
Selain UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Indonesia saat ini juga memiliki UU Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Selain itu, program deradikalisasi diminta menjadi prioritas pemerintah. Hal tersebut diperkirakan lebih ampuh mencegah bertambahnya orang-orang yang terjerumus dalam paham ekstrimisme.