KPU Minta Calon Independen di Pilkada Dipermudah
- Antara/ Muhammad Adimaja
VIVA.co.id - Komisi Pemilihan Umum menilai masalah sengketa pencalonan dan anggaran penyelenggaraan Pilkada cukup menyulitkan. KPU meminta dua hal tersebut diperhatikan dalam revisi UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015.
Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa masalah pencalonan menjadi salah satu persoalan yang muncul dalam Pilkada serentak 2015 lalu, seperti masalah pencalonan dari partai politik yang mengalami dualisme kepengurusan.
"Pengalaman menunjukkan, itu bikin repot. Persoalan belakangan, sengketa-sengketa itu kan berasal dari persoalan itu,” ujar Hadar di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Selasa 19 Januari 2016.
Untuk itu, hadar berharap revisi UU Pilkada tersebuut dapat mempermudah syarat pencalonan bagi calon perseorangan. Alasannya, untuk bisa maju dalam Pilkada calon perseorangan harus bisa memenuhi syarat dukungan 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
"Pilkada kemarin, syaratnya begitu berat, mungkin kami punya pendapat untuk bisa diringankan," ungkap Hadar.
Usulan itu menurut Hadar untuk memberi kesempatan atau jalan bagi calon perseorangan yang berkualitas maju dalam Pilkada. Dengan adanya calon perseorangan juga akan menghindari kemungkinan adanya pasangan calon tunggal di suatu daerah.
"Kami ingin banyak pilihan, kemarin kami dihadapkan pada situasi di mana ada daerah yang calonnya tidak ada. Akhirnya jadi calon tunggal. Dengan diturunkan jumlah dukungan ini, kan memungkinkan calon perseorangan menjadi ada," terang Hadar berharap.
Meski demikian, kata Hadar, KPU belum bisa menentukan detil revisi batasan ideal terkait syarat calon perseorangan tersebut. Karenanya, berbagai usulan tersebut akan dibahas KPU dalam rapat kerja bersama revisi UU Pilkada dengan pemerintah dan DPR.
"Belum tahu, tapi rasanya itu terlalu berat walau basisnya dari DPT, persisnya nanti kita bahas," ujar Hadar.
Anggaran Perlu Direvisi
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai masalah pencalonan dan anggaran Pilkada perlu menjadi perhatian serius untuk perbaikan Pilkada selanjutnya.
"Pengalaman dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2015 memunculkan sejumlah persoalan, yang di antaranya dua poin itu," ujar Masykurudin melalui pesannya, di Jakarta.
Menurut Masykurudin, tidak serentaknya Pilkada 9 Desember 2015 lalu dengan adanya lima daerah yang gelaran pesta demokrasinya tertunda, karena terkait masalah pencalonan.
"Penyelesaian sengketa harus dibuat sederhana, tidak tumpang tindih antara keputusan satu lembaga dengan lembaga lainnya. Banyaknya lembaga yang menangangi, sebabkan proses berlarut-larut. Waktu juga harus dibatasi secara ketat sehingga tidak mengganggu tahapan selanjutnya dan merugikan pasangan calon lainnya," ujar Masykurudin.
Selain masalah pencalonan, Masykurudin juga menyoroti soal anggaran Pilkada. Penyusunan anggaran Pilkada oleh daerah pada Pilkada lalu, memunculkan persoalan tarik menarik anggaran yang menghambat pencairan anggaran Pilkada. Akibatnya, banyak daerah yang terancam tertunda lantaran persoalan anggaran.
"Perlu kombinasi pembiayaan antara pusat dan daerah, dimana Pemerintah Pusat perlu mempunyai mekanisme antisipatif terhadap kendala pendanaan di daerah Pilkada," ungkap Masykurudin.
Seperti diketahui, dalam rapat dengar pendapat Kemendagri dengan Komisi II DPR pada Senin, 18 Januari, kemarin, disepakati usulan revisi UU Pilkada. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan revisi UU Pikada diusahakan dapat selesai sebelum Agustus 2016 agar mendukung regulasi Pilkada 2017.
Pilkada 2017 sendiri sedianya dilakukan pada Februari 2017 yang diikuti oleh 102 daerah terdiri dari 8 provinsi dan 94 kabupaten/kota.