ICW: Potensi Serangan Fajar di Pilkada Serentak Lebih Tinggi
Senin, 7 Desember 2015 - 14:57 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dyah Pitaloka
VIVA.co.id
- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Pilkada serentak yang akan berlangsung 9 Desember 2015 berpotensi membuka celah politik uang yang lebih banyak dibandingkan pilkada sebelumnya. Kondisi ini ditengarai oleh lemahnya pengawasan, lantaran banyak relawan yang sibuk dengan pilkada di tempatnya masing-masing.
"Pilkada serentak ini memang bukan didesain untuk meningkatkan kualitas demokrasi, salah satu dampak buruknya potensi money politic bisa lebih besar,” kata Lais Abid, Divisi Investigasi ICW, di Malang, Senin 7 Desember 2015.
Menurutnya, politik uang berpeluang lebih banyak terjadi karena tidak diimbangi dengan pengawasan yang juga ditingkatkan. Karena serentak, ada banyak tenaga relawan yang tak bisa saling membantu mengawasi proses pilkada di tempat lain.
"Justru karena serentak itu elemen masyarakat sipil tak bisa saling bantu pengawasan di tempat lain karena terfokus di daerahnya," katanya.
Selain itu, aturan tentang politik uang dari Bawaslu dinilai ICW masih banyak menyisakan celah yang memungkinkan terjadinya praktek suap tanpa ada sanksi jelas. Sementara pengawasan lebih disarankan untuk melibatkan unsur masyarakat.
"Aturan money politic dari Bawaslu pengawasannya belum baku betul,” katanya.
Sedangkan modus politik uang menurutnya masih sama seperti pada pilkada sebelumnya. Calon pemilih akan diberi berbagai bentuk hadiah mulai dari barang hingga uang dari peserta pilkada, untuk mempengaruhi pilihan.
Meskipun kegiatan bagi-bagi hadiah itu sudah berlangsung jauh hari sebelum hari pemilihan. "Modusnya sama, tidak ada yang menggunakan sistem transfer. Kalau waktu pembagiannya ada yang dimulai jauh hari sebelum hari pemilihan, tapi sepertinya juga banyak yang masih melakukan serangan fajar, untuk mempengaruhi pilihan,” katanya.
Tentunya hal itu, menurut Abid, akan mempengaruhi kualitas hasil pilkada kali ini. Tujuan untuk berdemokrasi lebih baik lewat Pilkada tidak akan tercapai jika praktek politik uang masih mewarnai pelaksanaanya. (one)
Baca Juga :
Awas, Terima Politik Uang Bisa Terjerat Pidana
"Justru karena serentak itu elemen masyarakat sipil tak bisa saling bantu pengawasan di tempat lain karena terfokus di daerahnya," katanya.
Selain itu, aturan tentang politik uang dari Bawaslu dinilai ICW masih banyak menyisakan celah yang memungkinkan terjadinya praktek suap tanpa ada sanksi jelas. Sementara pengawasan lebih disarankan untuk melibatkan unsur masyarakat.
"Aturan money politic dari Bawaslu pengawasannya belum baku betul,” katanya.
Sedangkan modus politik uang menurutnya masih sama seperti pada pilkada sebelumnya. Calon pemilih akan diberi berbagai bentuk hadiah mulai dari barang hingga uang dari peserta pilkada, untuk mempengaruhi pilihan.
Meskipun kegiatan bagi-bagi hadiah itu sudah berlangsung jauh hari sebelum hari pemilihan. "Modusnya sama, tidak ada yang menggunakan sistem transfer. Kalau waktu pembagiannya ada yang dimulai jauh hari sebelum hari pemilihan, tapi sepertinya juga banyak yang masih melakukan serangan fajar, untuk mempengaruhi pilihan,” katanya.
Tentunya hal itu, menurut Abid, akan mempengaruhi kualitas hasil pilkada kali ini. Tujuan untuk berdemokrasi lebih baik lewat Pilkada tidak akan tercapai jika praktek politik uang masih mewarnai pelaksanaanya. (one)
Baca Juga :
KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit
Sehingga para bakal calon enggan mendaftarkan diri.
VIVA.co.id
9 Agustus 2016
Baca Juga :