Terlibat Bansos, Jaksa Agung Tak Layak Usut Rekaman Freeport

Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi Kejaksaan Agung yang memutuskan ikut mengusut skandal pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Fahri menuding Jaksa Agung HM Prasetyo ikut mengusut hanya demi kepentingan politik.


"Saya melihat dia sebagai Politisi NasDem. Saya enggak bisa bicara banyak. Saya menyesalkan pernyataan Jaksa Agung. Dia berbicara bukan didasari sebagai orang hukum tapi sebagai politisi," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 2 Desember 2015.


Menurut Fahri, langkah Jaksa Agung mengusut kasus Setya Novanto hanya pencitraan belaka. Sebab, saat ini Prasetyo ditengarai ikut terlibat dalam kasus suap penanganan Dana Bantuan Sosial Sumatera Utara yang menjerat Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan mantan Sekjen NasDem Patrice Rio Capella.


"Jaksa Agung disebut dalam kasus Bansos dan dia politisi. Saya kasihan dengan 7.000 Jaksa profesional kalau Jaksa Agungnya seperti ini," ujarnya.


Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengakui saat ini penyidik Kejaksaan Agung secara resmi baru melakukan tahap penyelidikan terkait rekaman percakapan yang dilakukan antara Ketua DPR RI Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.

Diperiksa Kejagung, Setya Novanto Bantah Catut Nama Presiden

Nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diduga turut dicatut dalam rekaman tersebut, terkait permintaan 20 persen saham Freeport.
Kasus Freeport, Setya Novanto Diperiksa Kejagung


Dikritik Komisi III, Jaksa Agung Tetap Panggil Setya Novanto
"Kami saat ini juga sedang melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut," kata Arminsyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.


Penelusuran yang dilakukan kejaksaan dalam rekaman percakapan itu menurut Arminsyah, adalah terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Pasal tersebut menerangkan ketentuan bahwa "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya