Tiga Tangisan Bung Karno yang Bersejarah
Kamis, 5 November 2015 - 07:17 WIB
Sumber :
- Ist.
VIVA.co.id
- Peristiwa 30 September merupakan kejadian paling kelam yang terjadi di Indonesia dan masih menjadi misteri sampai sekarang. Jenderal (AD) A Yani merupakan salah satu korban dari kebiadaban PKI.
Soekarno jelas terkena pukulan telak ketika mengetahui bahwa Jenderal Ahmad Yani menjadi korban. Ia akhirnya menangis di depan makam Jenderal A Yani. Ini merupakan pertama kali Bung Karno menangis di depan publik begitu hebat.
Sangat wajar jika Bung Karno merasa terpukul dan sedih. Pasalnya Soekarno menginginkan A. Yani untuk menggantikan perannya sebagai presiden jika kesehatannya terus memburuk. Bahkan Bung Karno sempat menyatakan pernyataan tersebut di depan Sarwo Edhie Wibobo, AH Nasution, Soebandrio, dan Chaerul Saleh.
Banyak yang mencurigai jika penculikan Jenderal A. Yani adalah konspirasi dan intervensi negara luar. Pasalnya Jenderal A. Yani merupakan orang yang sangat vokal mengkritisi dan menolak intervensi asing di Indonesia.
Tentu saja kehilangan sosok pengganti, membuat Bung Karno merasa terpukul. Apalagi kesehatannya semakin memburuk dan tidak ada orang yang bisa ia pegang perkataannya.
Tangisan kedua Bung Karno ketika kekalahan Jepang dari tentara sekutu di Perang Dunia II membuat rakyat Indonesia girang. Begitu juga dengan Soekarno yang akhirnya memiliki kesempatan untuk memerdekakan bangsanya.
Baca Juga :
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
Baca Juga :
Antara Es Krim dan Nyawa Bung Karno
Bung Karno bergetar ketika sidang BPUPKI dilakukan, ia terus menangis dan meratap. Dan pada pukul 9 pagi, sidang dibuka dan Bung Karno menyampaikan isi dari Pancasila yang menjadi ideologi Indonesia.
Tangisan ketiga saat Bung Karno harus menjatuhkan hukuman mati kepada pemimpin DI/TII, Kartosuwiryo seperti dikisahkan di buku Total Bung Karno karya Roso Daras. Kartosuwiryo dan Soekarno sahabat baik dan sudah seperti saudara dekat. Bahkan keduanya kerap bertukar pikiran di rumah Tjokroaminoto.
Bung Karno dan Kartosuwiryo kerap membahas dan mendiskusikan ideologi dan pikiran mereka.Tetapi Kartosuwiryo memilih untuk mendirikan DI/TII dan mengkhianati negara. Hal ini tentu saja membuat Soekarno kecewa.
Sang Proklamator merasa bingung dan menunda keputusan tersebut berbulan-bulan lamanya. Setelah menunda lama, akhirnya Bung Karno menandatangani surat keputusan hukuman mati tersebut kepada Mayjen S Parman sembari terisak.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Bung Karno bergetar ketika sidang BPUPKI dilakukan, ia terus menangis dan meratap. Dan pada pukul 9 pagi, sidang dibuka dan Bung Karno menyampaikan isi dari Pancasila yang menjadi ideologi Indonesia.