Satu Tahun Jokowi-JK Belum Wujudkan Kerukunan Umat Beragama
- http://www.evogood.com/
VIVA.co.id - Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Abdul Fikri Faqih, mengkritisi gesekan antarumat beragama dalam satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, urusan agama salah satu dari lima urusan yang tidak didesentralisasikan.
"Padahal, banyak permasalahan agama yang terjadi di daerah," katanya, saat dihubungi, Minggu 25 Oktober 2015.
Fikri menegaskan, harus ada kerja sama yang dituangkan dalam MoU antara pemerintah pusat dan daerah untuk urusan agama. Selain itu, harus ada satgas yang mumpu mengatasi problematika agama dan kepercayaan di daerah.
Selama ini, menurutnya, kerukunan antarumat beragama hanya dikelola di pusat. Maka, ketika ada gesekan, di daerah tak bisa cepat diatasi karena harus menunggu dari pusat.
Menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, problem urusan agama justru bermula dari pemerintah pusat sendiri, bukan dari masyarakat di daerah.
Dalam satu tahun terakhir pemerintahan Jokowi-JK, publik dihebohkan beberapa isu agama seperti KTP tanpa identitas agama, gugatan doa awal masuk sekolah, isu LGBT, syiah, bahkan bangkitnya komunisme.
"Pemerintah harus merealisasikan slogan Revolusi Mental dengan menciptakan iklim kondusif dan membangun harmoni kehidupan umat beragama sebagai aset bangsa. Hal ini terbukti bisa mendorong semangat bangsa menghadapi himpitan ekonomi yang nyaris tak bisa diatasi," katanya.
Fikri menambahkan, tak berlebihan jika banyak yang menganggap kasus Aceh dan Tolikara terjadi lantaran pemerintah lemah dalam mengkonsolidasikan urusan agama. Ia meminta pemerintah waspada, karena tak menutup kemungkinan pihak lain (asing) memanfaatkan situasi ini guna merusak NKRI.
“Agama ini kan di zaman kemerdekaan menjadi landasan semangat juang melawan penjajah. Bahkan, dengan fakta resolusi jihad, tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai hari santri. Artinya agama ini punya semangat membangun dan menjaga NKRI,” katanya. (asp)