DPR: Pendekatan Baru Presiden soal OPM Cenderung Tak Efektif
Rabu, 24 Juni 2015 - 17:51 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai rencana pemberian amnesti dan abolisi kepada sejumlah tahanan politik (tapol) Papua tak akan meredakan gerakan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Rencana Presiden justru berpotensi memicu meningkatkan separatisme di Papua.
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, mencontohkan reaksi Papua ketika Presiden dua kali berkunjung ke provinsi itu. Presiden justru disambut demonstrasi, bukan apresiasi positif dari kelompok separatis.
Presiden, kata Mahfudz, mencoba pendekatan baru dengan kunjungan itu, yakni pendekatan persuasif. Apalagi Presiden juga berencana mengunjungi Papua sedikitnya tiga kali dalam setahun. Tapi semua tak disambut baik, atau sekurang-kurang belum ada tanda-tanda respons positif dari OPM.
Mahfudz berpendapat, pendekatan kunjungan Presiden ke Papua saja tak disambut baik. Pendekatan memberikan amnesti dan abolisi pun diperkirakan bernasib serupa. Kalau itu terjadi, langkah Presiden akan sia-sia saja.
"Ini harus jadi pertimbangan. Jangan sampai niat baik Pemerintah malah disalahartikan kelompok perlawanan Papua," kata Mahfudz kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta, Rabu, 24 Juni 2015.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera itu meminta Pemerintah segera membuat rumusan strategi dan program penyelesaian separatisme di Papua, sebelum Presiden memberikan amnesti dan abolisi. Soalnya hingga kini belum ada jaminan masalah separatisme Papua akan selesai dengan hanya amnesti dan abolisi.
"Pembebasan napi, melalui mekanisme grasi, amnesti, (atau) abolisi, itu ditentukan setelah yang bersangkutan sadar tidak akan mengulangi perbuatannya. Jangan sampai setelah kita bebaskan, orang (tahanan politik itu) malah jadi ruang (kesempatan) baru bagi mereka melakukan kegiatan yang sama secara lebih intensif. Ini bahaya. Ini yang akan kami tanyakan ke Presiden," katanya.
Baca Juga :
Jokowi: Indonesia Bangga Raih Perak Pertama
Mahfudz berpendapat, pendekatan kunjungan Presiden ke Papua saja tak disambut baik. Pendekatan memberikan amnesti dan abolisi pun diperkirakan bernasib serupa. Kalau itu terjadi, langkah Presiden akan sia-sia saja.
"Ini harus jadi pertimbangan. Jangan sampai niat baik Pemerintah malah disalahartikan kelompok perlawanan Papua," kata Mahfudz kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta, Rabu, 24 Juni 2015.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera itu meminta Pemerintah segera membuat rumusan strategi dan program penyelesaian separatisme di Papua, sebelum Presiden memberikan amnesti dan abolisi. Soalnya hingga kini belum ada jaminan masalah separatisme Papua akan selesai dengan hanya amnesti dan abolisi.
"Pembebasan napi, melalui mekanisme grasi, amnesti, (atau) abolisi, itu ditentukan setelah yang bersangkutan sadar tidak akan mengulangi perbuatannya. Jangan sampai setelah kita bebaskan, orang (tahanan politik itu) malah jadi ruang (kesempatan) baru bagi mereka melakukan kegiatan yang sama secara lebih intensif. Ini bahaya. Ini yang akan kami tanyakan ke Presiden," katanya.
Baca Juga :
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
"Sudah jadi budaya di Indonesia."
VIVA.co.id
10 Agustus 2016
Baca Juga :