Pemberian Amnesti ke Tahanan Politik Papua Dikritik
- Antara/ Ujang Zaelani
VIVA.co.id - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin meminta agar Presiden Joko Widodo lebih dulu menyiapkan roadmap (peta jalan) sebelum memberikan amnesti dan abolisi bagi tahanan politik Papua. Hal ini penting agar permasalahan di Papua tak berlarut-larut.
"Ini kan tarik ulur. Kalau kita kasih lagi amnesti, kan pengakuan terhadap integritas OPM. Sama-sama tarik ulur. Ini bukan hanya ranah kriminal. Tapi mereka (narapidana) menggiring ke arah politik," ujar TB Hasanuddin di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 23 Juni 2015.
Setidaknya pemerintah sudah memikirkan apa yang selanjutnya bisa dilakukan para tahanan politik yang nantinya dibebaskan. Sebab, menurut TB Hasanuddin, kemungkinan bagi mantan tapol untuk kembali mengangkat senjata bisa saja terjadi.
"Setelah mereka keluar harus jelas mau ngapain. Kalau di luar lalu angkat senjata lagi gimana? Kalau baik-baik, ya enggak apa apa, tapi siapa yang menjamin. Kita beri tapi tetap dalam konteks NKRI. Ini yang tidak bisa ditawar. Di Aceh bisa," tuturnya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengingatkan Jokowi untuk memperhatikan banyak hal. Utamanya menyangkut hukum dan politik. Jokowi juga perlu berhati-hati dalam memberikan amnesti dan abolisi.
"Mengibarkan bendera diyakini ini makar. Tapi ternyata kemarin ditemukan dari yang lima menerima grasi itu ada yang melakukan pembunuhan. Satu per satu itu beda kasusnya," kata Hasanuddin.
Terkait pertemuan dengan Panglima TNI, Kepala BIN dan Menteri Luar Negeri, Komisi I belum bisa memastikan sikapnya terkait pemberian amnesti dan abolisi tahap kedua oleh Presiden Joko Widodo.
Serangkaian pertemuan masih akan digelar dengan sejumlah pihak lain untuk menjaring pendapat, termasuk dengan komisi lain di DPR.
"Yang kemarin itu baru brainstorming saja. Belum selesai. Itu baru dari pihak pemerintah. Dari pakar Hukum Tata Negara belum, dari LSM belum, aktivis Papua belum. Sesudah itu baru nanti dengan komisi III," kata TB Hasanuddin. (ase)