Anis Matta Menyayangkan Respons Dunia Terhadap ISIS
Minggu, 21 September 2014 - 17:46 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta angkat bicara mengenai organisasi Islamic State of Iraq and Al Sham (ISIS) yang tumbuh sangat pesat di kawasan Suriah dan Irak. Melihat fenomena itu, Anis berpendapat, kemungkinan kedua negara itu bisa melebur menjadi satu negara.
Dalam acara pembekalan anggota legislatif terpilih periode 2014-2019 di Jakarta, Minggu 21 September 2014, Anis menuturkan, bila kedua negara itu melebur menjadi satu akan memiliki kekuatan yang besar, utamanya pada dua aspek, yaitu sumber daya manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA).
"Kalau digabung dua kawasan ini 50 juta orang, pertama populasinya cukup besar di timur tengah dan SDAnya besar," kata Anis.
Sementara itu, dari sisi SDA, produksi minyak di kedua negara tersebut sangat besar. Jika diakumulasikan kira-kira mencapai 12 juta barel per tahun. Produksi tersebut belum menghitung sumur-sumur lain yang melimpah dan belum digarap secara maksimal.
Meski demikian, Anis menyayangkan saat ini respons dunia terhadap ISIS terlalu berlebihan. Apalagi pernyataan sikap dari setidaknya 40 negara yang telah berkomitmen untuk koalisi memerangi ISIS.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu menduga ada kepentingan lain di balik isu pelanggaran hak asasi manusia yang menjadi tujuan negara-negara koalisi itu untuk memerangi ISIS. Khususnya Amerika Serikat yang menjadi penggagas.
Menurut dia, tujuan utama negara-negara koalisi itu adalah melakukan pemetaan ulang sebagai bentuk konsolidasi pihak-pihak tertentu kepada negara-negara Islam. Bagi dia, dari sisi politik, negara yang mengusung kedaulatan Islam sangat rentan untuk dipetakan.
"Bukan ISISnya yang jadi fenomena, tapi cara dunia menghadapinya karena kekuatan ISIS hanya 30 ribu orang. Tapi 40 negara bergabung menghadapinya," ujar Anis.
"Apakah kita bisa bayangkan nantinya Suriah dan Irak hilang dan berganti negara baru. Ini proses yang sedang terjadi di satu kawasan," ujarnya. (ms)
Baca Juga :
Anggota Parlemen Lebanon Klaim Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Israel Hampir Tercapai
Sementara itu, dari sisi SDA, produksi minyak di kedua negara tersebut sangat besar. Jika diakumulasikan kira-kira mencapai 12 juta barel per tahun. Produksi tersebut belum menghitung sumur-sumur lain yang melimpah dan belum digarap secara maksimal.
Meski demikian, Anis menyayangkan saat ini respons dunia terhadap ISIS terlalu berlebihan. Apalagi pernyataan sikap dari setidaknya 40 negara yang telah berkomitmen untuk koalisi memerangi ISIS.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu menduga ada kepentingan lain di balik isu pelanggaran hak asasi manusia yang menjadi tujuan negara-negara koalisi itu untuk memerangi ISIS. Khususnya Amerika Serikat yang menjadi penggagas.
Menurut dia, tujuan utama negara-negara koalisi itu adalah melakukan pemetaan ulang sebagai bentuk konsolidasi pihak-pihak tertentu kepada negara-negara Islam. Bagi dia, dari sisi politik, negara yang mengusung kedaulatan Islam sangat rentan untuk dipetakan.
"Bukan ISISnya yang jadi fenomena, tapi cara dunia menghadapinya karena kekuatan ISIS hanya 30 ribu orang. Tapi 40 negara bergabung menghadapinya," ujar Anis.
"Apakah kita bisa bayangkan nantinya Suriah dan Irak hilang dan berganti negara baru. Ini proses yang sedang terjadi di satu kawasan," ujarnya. (ms)
Baca Juga :
Kemendag Rilis Aturan Baru soal Perdagangan Antarpulau, Pelaku Usaha Diwajibkan Lakukan Ini
Kementerian Perdagangan berupaya meningkatkan tata kelola perdagangan antarpulau dan pengawasan distribusi barang.
VIVA.co.id
26 November 2024
Baca Juga :