"Masak Kita Punya Presiden Bekas Narapidana?"
- Antara/ Yudhi Mahatma
VIVAnews - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Malik Haramain, menyatakan aturan narapidana ikut dalam kompetisi politik mengikuti yang sudah ada saja. Dalam Undang-undang, yang diancam hukuman pidana lima tahun penjara, tak boleh aktif sebagai politikus.
"Secara moral, tak usahlan. Masak kita punya presiden mantan narapidana?" kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 Januari 2012.
Kemudian, warga negara yang diancam pidana lima tahun penjara juga tidak boleh ikut sebagai calon legislator dan kepala daerah. "Artinya, dia sudah cacat secara moral dan hukum," kata Malik.
Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai mantan narapidana koruptor jangan mencalonkan diri lagi. Meski demikian, ada sisi hak asasi manusia dari mantan narapidana koruptor yang juga perlu dilindungi.
"Saya setuju eks napi koruptor tidak usah mencalonkan diri lagi, tetapi dilihat tingkat kesalahannya dulu, ada gradasinya," kata Ray Rangkuti dalam perbincangan dengan VIVAnews.com.
Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2009 menyatakan bahwa mantan narapidana dapat saja mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Namun, mereka harus memenuhi sejumlah syarat.
Mahkamah mengabulkan sebagian uji materi Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pemerintahan Daerah. Pasal yang dimohonkan yakni Pasal 12 huruf g, Pasal 50 ayat 1 huruf g UU Pemilu dan Pasal 58 UU Pemerintahan Daerah.
Pasal-pasal itu mengatur, persyaratan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun, untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPR Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.