Prajurit Tetap Dilarang Berbisnis dan Berpolitik, Pengamat: UU TNI Tetap dalam Koridor

Ilustrasi prajurit TNI AU
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Jakarta, VIVA - DPR dan pemerintah RI sudah mengesahkan Revisi UU menjadi UU No.34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Meski direvisi, prajurit TNI tetap dilarang berbisnis dan berpolitik.

4 Polisi Jaga Aksi Tolak UU TNI depan DPR Diklaim Derita Luka Bakar gegara Petasan Pendemo

Pengamat militer Institute for Security and Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menganalisa UU TNI yang baru tidak perlu dikhawatirkan. Hal itu karena tetap mengatur bahwa TNI tidak boleh berbisnis dan berpolitik sehingga masih dalam koridor.

“Tetapi memastikan bahwa perubahan ini tetap dalam koridor reformasi dan demokrasi,” kata Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.

RUU TNI Disahkan DPR, Semua Pihak Diminta Jangan Emosi

Dia tak menampik muncul isu yang memicu kekhawatiran di publik terkait asumsi jika UU TNI akan memunculkan sentimen bangkitnya dwifungsi ABRI. Hal itu jadi kekhawatiran lantaram dominasi militer di ranah sipil sebagaimana terjadi di era Orde Baru.

“Padahal, jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis, lanjut Fahmi.

Banyak Penolakan, Golkar Minta Pemerintah Segera Sosialisasikan UU TNI Baru

Ilustrasi Prajurit TNI

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Menurut dia, dengan kondisi iti, militer dinilainuya tetap berada dalam koridor profesional. "Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” jelas Fahmi. 

Fahmi mengatakan hal ini bila dicabut menimbulkan risiko besar jika diterapkan. Menurutnya, yang terpenting saat ini dengan mengawal UU TNI yang baru agar tetap dalam koridor Reformasi.

“Alih-alih mencurigai dan menolak secara berlebihan, langkah yang lebih bijak adalah mengawal implementasi perubahan ini agar tetap berjalan sesuai dengan semangat reformasi.

Dia bilang beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah peran baru TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) diterapkan.

"Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, serta bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” jelasnya.

Menurut Fahmi, meski revisi UU TNI tak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap harus diperkuat. Hal itu mesti dilakukan agar ke depan tak ada penyimpangan.

"Agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil, tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat. Untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara, yang banyak dikhawatirkan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya