Hasto Bacakan Eksepsi: KPK Daur Ulang Kasus yang Sudah Inkrah, Langgar Asas Kepastian Hukum
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan nota keberatan atau eksepsi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW Anggota DPR untuk Harun Masiku. Hasto menyebut KPK melanggar asas kepastian hukum dalam mendakwanya.
Dia menyampaikan itu lewat eksepsinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025.
Hasto mengklaim KPK melanggar asas kepastian hukum setelah membuka kembali atau hanya mendaur ulang dakwaan kasus lama yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Dia bilang dakwaan jaksa terhadapnya tak ada fakta atau bukti yang baru.
"Proses daur ulang kasus yang sudah inkrah ini jelas melanggar asas kepastian hukum. KPK tak memiliki dasar hukum untuk membuka kembali kasus yang telah selesai tanpa adanya bukti baru," kata Hasto di ruang sidang.
Hasto Kristiyanto di Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta
- VIVA/ Zendy
Dia menyinggung kasus Harun Masiku yang sebelumnya sudah pernah diadili di pengadilan. Menurut Hasto, dalam putusan pengadilan, tidak ada satu pun amar putusan yang menyatakan keterlibatannya.
"Dalam putusan pengadilan yang telah inkrah, tidak ada keterlibatan saya. KPK justru mendaur ulang kasus ini tanpa dasar hukum yang jelas," jelas Hasto.
Hasto menjelaskan asas kepastian hukum merupakan prinsip fundamental dalam penegakan hukum termasuk dalam Undang-Undang KPK No. 19 Tahun 2019.
"Asas kepastian hukum telah dilanggar melalui proses daur ulang yang tidak hanya merugikan saya sebagai terdakwa. Tetapi, juga para saksi yang telah diperiksa sebelumnya," tutur Hasto.
Lebih lanjut, dia menuturkan, hampir seluruh saksi yang diperiksa dan dihadirkan dalam persidangan sebelumnya diperiksa kembali oleh KPK.
"Sebagian besar saksi ditunjukkan cetakan atau print out pemeriksaan tahun 2020. Lalu, diminta menandatangani kembali dengan tanggal pemeriksaan tahun ini. Ini jelas mengabaikan fakta-fakta hukum di persidangan sebelumnya," ujarnya.
Hasto pun mengutip Pasal 3 UU KPK No. 19 Tahun 2019 yang menyatakan KPK harus berasaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap HAM. "Proses daur ulang kasus ini jelas melanggar asas kepastian hukum yang diatur dalam UU KPK," ujarnya.
Selain itu, Hasto juga merujuk pada Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang melarang pengulangan perkara yang telah diputus.
"Kasus ini sudah diputus oleh pengadilan dan tidak ada fakta hukum baru yang muncul. KPK tidak memiliki dasar untuk membuka kembali kasus ini," sebutnya.
Hasto mengklaim pelanggaran asas kepastian hukum ini tak hanya merugikan dirinya. Namun, juga menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
"Jika kasus yang sudah inkrah bisa dibuka kembali tanpa dasar hukum yang jelas, maka ini akan menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan semua pihak," ungkapnya.
Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus eks caleg PDIP Harun Masiku. Hasto juga didakwa memberikan suap sebesar Rp400 juta ke eks komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk mengusahakan Harun Masiku bisa dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.
Atas perbuatannya, Hasto dinilai melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.