UU TNI Baru, Puan Tegaskan Prajurit Tak Boleh Bisnis dan Berpolitik
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Ketua DPR RI, Puan Maharani menegaskan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna, tidak akan mengubah prinsip dasar mengenai kedudukan TNI sebagai militer negara Indonesia. Prajurit TNI, ditegaskan, tetap tidak boleh berpolitik dan berbisnis.
“Alhamdulillah, baru saja kami mengesahkan Undang-Undang TNI yang sudah memenuhi asas legalitas. Semua proses pembahasan ini telah dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai elemen masyarakat,” kata Puan usai paripurna di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 20 Maret 2025.
Puan menyatakan DPR telah melakukan proses pembahasan RUU TNI sesuai mekanisme yang berlaku dan melibatkan partisipasi publik, termasuk mahasiswa.
"Kami dari DPR dan Pemerintah menerima masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang dianggap penting, dan perlu tentu saja juga masukan dari perwakilan mahasiswa juga sudah kami dengarkan," ujarnya.
Puan juga meyakini tak ada perubahan yang akan memungkinkan TNI terlibat dalam politik atau bisnis. Pasalnya, isu ini sempat menimbulkan kekhawatiran publik.
"TNI tetap dilarang berbisnis dan berpolitik. Ini adalah prinsip yang kami jaga dengan baik. Kami ingin menegaskan bahwa hal ini tidak akan berubah," jelas Puan.
Puan kembali menjelaskan bahwa pembahasan RUU TNI yang baru disahkan ini berfokus pada tiga pasal utama, yakni Pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 yang memperluas ruang lingkup jabatan TNI aktif di kementerian dan lembaga dari 10 menjadi 14 kementerian/lembaga, serta mengenai masa bakti atau usia pensiun prajurit yang dimaksudkan untuk mencapai keadilan bagi abdi pertahanan negara.
“Kami ingin memastikan bahwa TNI hanya ditempatkan pada bidang yang memang relevan dan dibutuhkan untuk negara. Kalau di luar dari pasal 47 bahwa hanya ada 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki TNI aktif, maka TNI aktif itu harus mundur atau pensiun dini,” kata Puan.
Sementara terkait pasal 7 yang menambah cakupan tugas pokok TNI yang semula 14 menjadi 16 tugas pokok, Puan menyatakan ini hanya sebagai bentuk antisipasi dan sifatnya adalah Operasi Militer non Perang (OMSP).
Dua tambahan tugas pokok TNI itu adalah membantu upaya penanggulangan ancaman pertahanan siber serta membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
“Itu nanti diatur dalam PP dan InsyaAllah jangan sampai terjadi ada operasi militer (perang), ini kan hanya untuk antisipasi dan mitigasi. Jadi jikalau terjadi ya akan dilaksanakan hal seperti itu (OMSP), kami harapannya jangan sampai terjadi,” ujarnya.