Survei CISA: 52,81 Persen Publik Puas dengan Kinerja 100 Hari Prabowo-Gibran
- Istimewa
Jakarta, VIVA - Jelang 100 hari kerja Prabowo dan Gibran, Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) merilis survei bertajuk 'Survei 100 Hari Kerja, Performa Kinerja Pemerintah dan Dinamika Sosial dan Politik Nasional'. Survei tersebut berlangsung sejak 5-10 Januari 2025.
Survei yang melibatkan 1.189 responden di 38 Provinsi dengan margin of error sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen melalui metode simple random sampling ini menyebutkan bahwa secara umum ditemukan fakta mayoritas publik relatif cukup puas terhadap kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Kabinet Merah Putih selama 100 hari kerja pertama, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik.
“Meskipun publik puas, kebijakan Prabowo dan Gibran atas kenaikan PPN 12 persen masih dianggap belum tepat dilakukan oleh pemerintah saat ini,” ujar Direktur Eksekutif CISA, Herry Mendrofa dalam keterangannya, Selasa, 14 Januari 2025.
Mayoritas publik menganggap Pemerintah Prabowo - Gibran telah bekerja optimal dalam mengelola pemerintahan dan birokrasi. Ada 52,81 persen yang setuju, 27,84 persen yang tidak setuju, serta yang netral 10,85 persen dan tidak tahu/tidak menjawab 8,49 persen.
“Sedangkan bagi 42,48 persen publik melihat pemerintah belum optimal dalam memberikan perlindungan penyelenggaraan demokrasi seperti kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat walaupun 41,29 persen tidak setuju, yang netral 8,41 persen, dan tidak tahu/tidak menjawab 7,89 persen,” jelas Herry.
Sementara itu sebanyak 29,52 persen menilai Kementerian Sosial telah bekerja optimal dibandingkan Kementerian atau Lembaga negara lainnya pada pemerintahan Prabowo - Gibran, disusul oleh Kementerian Agama 24,14 persen, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi 18,92 persen Sekretaris Kabinet 15,90 persen, serta Kantor Komunikasi Kepresidenan 11,52 persen.
Adapun ketika publik ditanyakan secara spontan tentang Menteri atau pejabat negara yang dianggap bekerja optimal selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai berikut:
1. Saifullah Yusuf (Menteri Sosial) 29,91 persen.
2. Nasaruddin Umar (Menteri Agama) 23,63 persen.
3. Rini Widyanti (Menteri PAN-RB) 18,76 persen.
4. Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet) 11,86 persen.
5. Hasan Nasbi (Kepala Kantor Komunikasi Presiden) 11,52 persen.
“Hanya 7,32 persen yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab,” kata Herry Mendrofa.
Kemudian, 57,95 persen masyarakat menilai pemerintah telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ada 34,65 persen publik yang tidak setuju dengan hal tersebut. Sekitar 1,93 persen menyatakan netral dan 5,47 persen tidak tahu/tidak menjawab.
“Hal ini tentunya linier dengan opini publik sebesar 52,49 persen yang meyakini bahwa pemerintah telah memberikan kepastian perlindungan sosial bagi masyarakat. Kendati demikian masih ada 40,45 persen yang tidak setuju, 1,93 persen yang netral, serta 5,13 persen yang tidak tahu/tidak menjawab,” ujar Herry.
Herry pun menyebutkan mayoritas publik menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam hal menyalurkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, beras (cadangan pangan) serta bantuan sosial lainnya sepanjang tahun 2024 hingga Januari 2025 telah optimal.
“Ada 68,72 persen setuju, 24,05 persen yang tidak setuju, sedangkan yang netral hanya 2,78 persen serta tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,46 persen,” tutur Herry Mendrofa.
Lalu kebijakan pemerintah soal memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, Kehidupan Kerukunan Beragama dan Toleransi, serta Solidaritas Sosial lainnya dinilai oleh 50,88 persen telah optimal sedangkan 38,39 persen tidak setuju dengan opini tersebut, yang netral hanya 8,49 serta yang tidak tahu/tidak menjawab 1,77 persen.
Dalam hal kebijakan ekonomi, 53,66 persen publik menilai kebijakan ekonomi berjalan optimal, sekitar 41,63 persen yang tidak setuju, 1,93 perse yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78 persen.
"Bagi 51,64 persen menganggap kebijakan ekonomi telah meningkatkan taraf perekonomian pribadi atau keluarga, lalu 43,64% tidak setuju, 1,93 persen yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78 persen,” tutur Herry.
Hal ini juga tidak terlepas dari 51,81 persen publik yang memiliki persepsi bahwa kebijakan ekonomi pemerintah sukses meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional walaupun 43,32 persen tidak setuju, 2,10 persen yang netral, dan 2,78 persen yang tidak tahu/tidak menjawab.
“Sementara itu mayoritas publik justru menolak kenaikan PPN 12 persen yang telah diputuskan oleh Pemerintah. Bagi 55,34 persen tidak setuju karena kebijakan kenaikan PPN 12 persen tidak mempengaruhi atau tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan taraf perekonomian masyarakat. Namun 40,46 persen masih menilai preferensi kebijakan kenaikan PPN 12 persen logis dan rasional sehingga setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut. Adapun yang netral hanya 2,94 persen serta 1,26 persen tidak tahu/tidak menjawab,” pungkas Herry Mendrofa.