Bamsoet Ungkap Sederet Implikasi Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres

Bambang Soesatyo Hadiri Munaslub Kadin 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengingatkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Putusan MK itu memiliki implikasi yang kompleks bagi dinamika politik Tanah Air. 

Willy Yoseph-Habib Ismail Cabut Gugatan di MK, Agustiar-Edy Pratowo Siap Dilantik Jadi Gubernur-Wagub Kalteng

Bamsoet megatakan putusan MK beri kesempatan lebih besar bagi parpol untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden (Pilpres). Hal itu karena bertambahnya jumlah pasangan calon yang akan bertarung dalam kontestasi pilpres. 

Namun, ia menekankan bertambahnya jumlah paslon presiden-wakil presiden tak selalu jadi pertanda positif. Dikatakan dia, ada risiko fragmentasi politik, polarisasi, tingginya biaya politik. Selain itu, munculnya calon berkualitas rendah menjadi tantangan yang nyata. 

KPU: 21 Provinsi dan 275 Kabupaten/Kota Tetapkan Pemenang Pilkada 2024

Maka itu, Bamsoet bilang, perlu strategi yang tepat untuk menghindari terlalu banyaknya paslon presiden-wakil presiden dengan kualitas yang rendah dan agenda politik yang sempit. 

Bamsoet menjelaskan, Pasal 6A ayat 1 UUD NRI 1945 menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sementara, Ayat 2 disebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. 

Terpopuler: Wanita Dikeroyok dan Ditelanjangi, Anwar Usman Terjatuh Masuk Rumah Sakit

“Artinya, konsekwensi penghapusan presidential threshold bisa diatur dengan pembatasan minimal dan maksimal gabungan (koalisi) partai politik pengusul capres/cawapres, untuk menghindari hanya dua pasang calon maupun dominasi koalisi partai politik pengusul capres/cawapres," kata Bamsoet di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025. 

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Lebih lanjut, dia menambahkan, sebelum dianulir MK, aturan presidential threshold mengharuskan parpol atau gabungan partai politik untuk memenuhi presidential threshold yaitu 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. 

Tapi, dengan dihapuskannya presidential threshold, maka setiap parpol kini punya kesempatan sama untuk mencalonkan pasangan calon presiden. 

"Hal ini berpotensi memicu munculnya banyak calon presiden pada Pilpres mendatang. Hasil Pemilu 2024 mencatat 8 partai politik yang memperoleh kursi di DPR dan 10 partai politik tanpa kursi di DPR," ujar eks Ketua MPR itu. 

"Dengan penghapusan presidential threshold, diperkirakan jumlah pasangan calon presiden bisa meningkat dari tiga pasangan di Pilpres 2024, menjadi lebih dari empat atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029," tutur Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum KADIN itu.

Kemudian, dia menambahkan, peningkatan jumlah kandidat capres tak selalu menjadi indikasi positif bagi demokrasi. Bahkan, kata dia, pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa banyaknya kandidat Capres yang muncul. Hal itu acap kali disertai dengan latar belakang politik yang kurang matang, visi misi yang terbatas, serta keterwakilan politik yang tidak proporsional. 

Bamsoet mencontohkan kontestasi dalam pemilu presiden Brasil tahun 2018 dengan 13 kandidat yang bertarung. Hasilnya munculnya sejumlah calon presiden dengan pengalaman politik yang minimalis. Kondisi itu menciptakan kebingungan di kalangan pemilih yang mencari figur pemimpin yang kredibel.

"Salah satu tantangan utama pasca penghapusan presidential threshold adalah menjaga kualitas kandidat. Masyarakat perlu cerdas dalam memilih dan mendorong partai-partai untuk mengusulkan calon presiden yang memiliki visi dan misi yang jelas, serta agenda yang luas dan inklusif," kata Bamsoet. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya