Presidential Threshold Dihapus Minimalkan Politik Transaksional, Menurut Pengamat

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

Malang, VIVA - Pengamat politik dari Universitas Brawijaya Andhyka Muttaqin menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) meminimalkan terjadinya politik transaksional.

Kader PPP Diharapkan Tinggalkan Nostalgia Masa Lalu dan Berbenah

"Dengan dihapusnya PT setiap partai politik berpeluang maju sendiri tanpa harus 'menyewa' dukungan partai lain. Artinya, politik transaksional berkurang," kata Andhyka di Kota Malang, Selasa, 7 Januari 2025.

Dia menjelaskan selama menggunakan sistem PT, partai politik yang tak memiliki perolehan suara minimal 20 persen harus membangun koalisi agar bisa memenuhi syarat pencalonan.

Kaji Putusan MK, Menteri Hukum Bilang Pemerintah Siap Bahas Perubahan UU Pemilu

Ilustrasi surat suara pemilu

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Kondisi tersebut disebutnya kerap memicu munculnya politik transaksional di balik layar atau dengan kata lain keputusan politik lebih berorientasi pada bagi-bagi kekuasaan dibanding kepentingan rakyat.

MK Hapus Presidential Threshold, Menkum: Capres dan Cawapres Tetap Harus Dapat Dukungan Parlemen

"Dihapuskannya PT juga membuat kontestasi politik bisa lebih sehat karena fokus pada adu gagasan, bukan sekadar lobi politik," ujarnya.

Andhyka menyatakan tanpa adanya ambang batas pencalonan, setiap partai politik sudah tidak perlu lagi membentuk koalisi besar untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu).

Hal itu dinilainya mampu membuka peluang bagi lebih banyak calon tampil di panggung politik.

Ilustrasi Pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

"Implikasinya masyarakat memiliki lebih banyak pilihan pemimpin. Ini tentu selaras dengan semangat demokrasi yang mengedepankan keterbukaan," ucap dia.

Pada Kamis (2/1), MK secara resmi memutuskan menghapus ketentuan tentang PT pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, melalui Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Putusan itu terbit karena sistem PT dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MK berpandangan adanya sistem PT yang diatur di dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tak mempunyai perolehan suara sah secara nasional atau jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, putusan tersebut juga terbit setelah MK mempelajari arah pergerakan politik Indonesia yang cenderung mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon. Kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya