Sambut Baik Putusan MK, Partai Buruh Pede Usung Capres di Pemilu 2029

Partai Buruh bakal usung capres untuk Pemilu 2029
Sumber :
  • Dok. Partai Buruh

Jakarta, VIVA – Partai Buruh menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Presidential Threshold (PT) 20 persen. Putusan ini, dianggap telah mengembalikan khitah MK sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi.

Sidang Sengketa Pilkada di MK Ditargetkan Selesai pada 11 Maret 2025

“Kami Partai Buruh mengucapkan terima kasih kepada para hakim MK kemudian mahasiswa dari UIN yang mengajukan permohonan ini,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Buruh, Ferri Nuzarli dikutip dalam keterangannya, Sabtu, 4 Januari 2024.

Diketahui, MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan empat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mereka adalah, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.

Anwar Usman Terjatuh dan Masuk Rumah Sakit, Sidang Sengketa Pilkada 2024 Panel 3 Ditunda

MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melalui perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, pada Kamis, 2 Januari 2024.

Terkait hal ini, Ferri mengapresiasi tidak hanya hakim MK juga para penggugat. Rencananya, Partai Buruh akan mengundang para mahasiswa ke kantor Partai Buruh untuk memberikan apresiasi secara langsung.

Hari Ini MK Gelar Sidang Perdana Gugatan Pilkada 2024, Ada Gugatan Risma di Pilgub Jatim

Partai Buruh menganalogikan iklim politik mendatang semakin baik. Keputusan MK ini, membuka keran partai politik peserta Pemilu 2024 untuk mengusung sendiri jagoannya di Pilpres 2024. Partai berbasis massa ini, dipastikan bakal mengajukan Capres sendiri.

“Nanti dalam Rakernas pada tanggal 10 Februari 2025 kami akan memutuskan calon yang akan kami usung,” tutupnya.

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahuddin mengungkapkan pihaknya sudah menganalisa mengapa perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 dikabulkan MK. Pertama, jelasnya, berdasarkan original intent perumusan Pasal 6 dan Pasal 6A UUD 1945, tidak ditemukan bukti adanya kehendak dari MPR untuk menentukan syarat pencalonan capres-cawapres didalam UU dengan menggunakan aturan Presidential Threshold.

Kedua, berdasarkan original intent pembentukan UU yang pertama kali merumuskan aturan Presidential Threshold, yaitu UU 23/2003, diketahui bahwa aturan Presidential Threshold hanyalah merupakan “syarat tambahan” yang dibuat-buat oleh Pemerintah dan DPR.

Ketiga, berdasarkan perbandingan penerapan aturan Presidential Threshold di sejumlah negara yang menganut sistem presidensial diketahui bahwa syarat dimaksud diberlakukan untuk syarat keterpilihan, dan bukan syarat pencalonan, sebagaimana didalailkan pula oleh Partai Buruh dalam keterangan yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Keempat, syarat presidential threshold dalam proses pencalonan yang didasari pada perolehan suara atau kursi DPR merupakan logika dalam sistem parlementer yang dipaksakan diterapkan dalam praktik sistem presidensial di Indonesia.

Terakhir, syarat presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945, sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya