Penghapusan Presidential Threshold Bikin Beban Partai Politik Makin Berat, Menurut Pengamat
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Jakarta, VIVA - Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute Farhan A Dalimunthe menilai penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk kemajuan hukum yang dialami Indonesia pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Hal tersebut disebabkan penghapusan presidential threshold memungkinkan semua partai menggunakan hak untuk mengusung calon presiden.
"Dengan ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas calon presiden dari 20 persen menjadi nol persen, kita nilai ini adalah langkah progresif lembaga hukum negara di era kepemimpinan Pak Prabowo dan Mas Gibran," kata Farhan dalam siaran persnya, Jumat, 3 Januari 2025.
Walaupun penghapusan presidential threshold itu membuka jalan bagi banyak partai, DPR sebagai lembaga legislasi masih harus melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut.
Menurut dia, revisi itu dilakukan agar pemilu memiliki regulasi yang jelas dan dasar undang-undang diakui oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
"Penghapusan presidential threshold 20 persen ini merupakan open legal policy, sehingga perlu ditindaklanjuti dalam revisi Undang-Undang Pemilu di DPR,” kata dia.
Tidak hanya itu, kata dia, penghapusan presidential threshold juga akan membuat beban partai makin berat dalam menyeleksi setiap kadernya yang maju sebagai calon presiden.
Dengan demikian, partai semaksimal mungkin akan menghadirkan kader terbaiknya dan masyarakat pun mendapatkan banyak pilihan calon presiden yang berkualitas.
"Biarkan rakyat yang menilai. Dihapusnya presidential threshold jadi menghindari polarisasi di tengah masyarakat. Namun tetap diusung partai politik, kita tidak harus menegasikan Pasal 6A UUD 1945 tentang peran partai politik," kata Farhan. (ant)