MK Hapus Presidential Threshold 20%, PKB: Kado Tahun Baru yang Akan Menuai Kontroversi

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid di kantor pusat PKB, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.

PDIP soal MK Hapus Ambang Batas Presiden 20%: Kami Tunduk dan Patuh

Menurut Jazilul, putusan tersebut merupakan kado tahun baru yang akan menimbulkan kontroversi dan polemik di Indonesia.

"Ini “kado tahun baru” yang akan menuai berbagai pandangan, polemik dan kontroversi," kata Jazilul dalam keterangannya, Jumat, 3 Januari 2025.

Waketum PAN Sebut Tak Semua Partai Usung Kadernya jadi Capres Walau MK Hapus Presidential Threshold

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jazilul lantas mendesak pemerintah dan DPR untuk menyusun revisi UU Pemilu yang baru imbas putusan MK tersebut.

Pasang Surut Aturan Presidential Threshold 20% yang Akhirnya Dikabulkan MK Usai Ditolak Puluhan Kali

"Hemat saya, pasal ini tersebut termasuk dalam open legal policy, yang mestinya DPR dan pemerintah yang akan menyusun kembali norma dalam revisi UU Pemilu," ungkap dia. 

Di sisi lain, Jazilul menjelaskan pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut atas adanya putusan MK yang menghapus ambang batas presidential threshold 20 persen ini.

"Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca MK mengeluarkan putusan tersebut. Pastinya akan berkonsekuensi pada revisi UU Pemilu yang ada," pungkas Jazilul.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.

MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya