PDIP soal MK Hapus Ambang Batas Presiden 20%: Kami Tunduk dan Patuh
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah menyatakan pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.
"Kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat," kata Said dalam keterangannya, dikutip Jumat, 3 Januari 2025.
Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan DPR dan pemerintah mengatur agar tidak muncul pasangan capres dan cawapres dengan jumlah yang terlalu banyak. Ketentuan ini harus dimasukkan dalam revisi UU Pemilu.
MK juga meminta DPR dan pemerintah melakukan rekayasa konstitusional agar dalam pencalonan presiden tidak menyebabkan dominasi partai atau gabungan partai yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres dan cawapres.
“Atas pertimbangan dalam putusan amar di atas, tentu kami akan menjadikannya sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu antara pemerintah dan DPR,” ungkap Said.
“Kami akan menggunakan mekanisme perekayasaan konstitusional yang diperintahkan oleh MK melalui mekanisme kerja sama atau koalisi partai dalam pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” lanjut dia.
Di sisi lain, Said menyebut PDIP dalam revisi UU Pemilu akan mengusulkan pasal yang mengatur syarat capres-cawapres agar memenuhi aspek kepemimpinan, pengalaman dalam peran publik, pengetahuan tentang kenegaraan, serta rekam jejak integritasnya.
“Agar penggunaan hak dari semua partai untuk mengajukan capres dan cawapres memenuhi aspek yang bersifat kualitatif yang kami maksudkan tersebut,” pungkas Said.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.