MK Putuskan Foto Kampanye Pemilu Tak Boleh Direkayasa Berlebihan dengan AI

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa foto atau gambar dalam kampanye pemilihan umum tidak boleh direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Ketentuan tersebut merupakan tafsir baru MK terhadap frasa “citra diri” yang berkaitan dengan foto/gambar dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam hal ini, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan uji materi Nomor 166/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan seorang advokat, Gugum Ridho Putra.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Photo :
  • Science HowStuffWorks

Pada mulanya, Pasal 1 angka 35 UU 7/2017 hanya berbunyi “Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.”

Melalui putusan ini, MK menyatakan frasa “citra diri” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial (AI)”.

Dalam pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, citra diri yang melekat pada peserta pemilu seharusnya tidak boleh menimbulkan anggapan atau persepsi yang berbeda antara kemampuan maupun penampilan dari yang sebenarnya dan yang dituangkan dalam bentuk foto/gambar.

Menurut Mahkamah, citra diri tidak hanya berkaitan dengan pandangan pribadi atau sikap mental yang dimiliki tentang diri seseorang. Lebih dari itu, citra diri bagaikan cermin di pikiran seseorang yang memantulkan cara memandang diri sendiri dan kemudian menjadi daya tarik bagi orang lain.

Bisa Maju di Pilpres 2029 gegara Putusan MK, Cak Imin: Trauma Kalah, Jangan Dibahas Sekarang

Arief menjelaskan bahwa konsistensi menampilkan foto/gambar peserta pemilu yang sesuai dengan keadaan sebenarnya termasuk bentuk pengejawantahan dari prinsip jujur yang merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemilu yang diatur konstitusi.

MK menilai, frasa “citra diri” dalam Pasal 1 angka 35 UU 7/2017 belum memberikan batasan tegas. Padahal, sebagai ketentuan umum, pasal tersebut seharusnya memberi pengertian yang jelas karena akan digunakan sebagai rujukan dari ketentuan yang terdapat pada norma lainnya di UU Pemilu.

MK Hapus Presidential Threshold, Rocky Gerung: Selamat Datang Era Baru, Salam Akal Sehat

Kondisi tersebut, sambung Arief, berpotensi menimbulkan multitafsir atau ketidakjelasan dan berpeluang memunculkan praktik-praktik peserta pemilu menampilkan jati dirinya yang mengandung rekayasa atau manipulasi.

Lebih jauh, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, rekayasa atau manipulasi yang berlebihan dapat menyebabkan ekuitas merek kandidat dengan menaikkan pengetahuan, rasa suka, kualitas, dan loyalitas pemilih terhadap kandidat.

Informasi yang tidak benar, menurut dia, dapat merusak kemampuan pemilih untuk mengambil keputusan secara berkualitas sehingga hasil citra diri yang direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan tidak hanya merupakan pemilih, tetapi juga merusak kualitas demokrasi.

Cerita Mahasiswa UIN Yogyakarta Menangkan Gugatan Presidential Threshold 20 Persen Dihapus MK


“Dengan demikian, Mahkamah berpendapat terhadap norma Pasal 1 angka 355 UU 7/2017 sepanjang frasa ‘citra diri’ yang berkaitan dengan foto/gambar peserta pemilu harus dilakukan pemaknaan bersyarat dengan mewajibkan peserta pemilu untuk menampilkan foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi AI,” demikian Saldi.

MK juga menegaskan bahwa norma-norma lain yang terdapat di dalam UU 7/2017 berkaitan dengan frasa “citra diri” peserta pemilu, sepanjang berkaitan dengan foto/gambar, keberlakuannya harus menyesuaikan dengan putusan ini. Hal itu mengingat Pasal 1 angka 355 UU 7/2017 termasuk dalam ketentuan umum yang menjadi rujukan terhadap norma-norma lainnya di dalam undang-undang dimaksud. (Ant)

Ilustrasi pijat/spa.

MK Putuskan Spa Sebagai Jasa Pelayanan Kesehatan Tradisional, Bukan Hiburan!

Dimasukkannya “mandi uap/spa” dalam kelompok hiburan menyebabkan kerugian bagi para Pemohon berupa pengenaan stigma yang negatif.

img_title
VIVA.co.id
5 Januari 2025