MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen, Said Iqbal: Demokrasi Kembali Sehat!

Said iqbal
Sumber :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

Jakarta, VIVA - Presiden Partai Buruh, Said Iqbal merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR. Aturan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK Minta DPR Revisi UU Nomor 7 tahun 2017, Semua Parpol Peserta Pemilu Bisa Usung Capres

Said menyampaikan terima kasih kepada MK yang telah memutuskan penghapusan ambang batas 20 persen. Menurutnya, putusan itu menjadi titik awal demokrasi di Indonesia kembali sehat. "Demokrasi kembali sehat, demokrasi kembali kepada rakyat," kata Said kepada wartawan, Kamis, 2 Januari 2024.

Bagi dia, putusan MK mesti diapresiasi karena sebelumnya kini dilanjutkan dengan dihapusnya presidential threshold.

MK: Presidential Threshold Batasi Hak Konstitusi, Hanya Upayakan 2 Paslon Tiap Pemilu

"Ini MK nih reborn nih. Undang-undang pilkada dilanjutkan presidensial threshold. Ya itu reborn. Sebelumnya juga parliamentary threshold. Ya kan? Yang di bawah 4%," ujar dia.

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
MK Hapus Ambang Batas Presiden 20 Persen, DPR: Babak Baru Demokrasi Indonesia

Dia bilang langkah MK itu mengembalikan demokrasi kepada rakyat. "Kita berterima kasih kepada MK. Demokrasi jadi sehat. Demokrasi kembali kepada rakyat. Kedaulatan kembali kepada rakyat," lanjut Said.

Sebelumnya, MK memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan itu dibacakan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan atas perkara 62/PUU-XXII/2024 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024. Pemohon dalam perkara ini diajukan Enika Maya Oktavia. "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.

MK juga menyampaikan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya