Fahri Hamzah Sebut Ada Godaan untuk Ikuti Sistem Politik Otoriter seperti di China

Fahri Hamzah Dipanggil Prabowo di Kartanegara
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan fenomena politik liberal yang selama ini terjadi di Indonesia sudah terlalu banyak mengorbankan semangat konsolidasi dan keharmonisan nasional.

Demokrat Ingatkan Pemerintah Pastikan PPN 12 Persen Hanya untuk Kalangan Atas

Menurut dia, politik liberal bersifat "centang perenang" yang memungkinkan anak bangsa saling diadu, bertengkar, dan saling menghina.

Padahal, kata dia, pertengkaran yang terjadi justru efeknya tidak signifikan.

Momen Presiden Prabowo Berikan Kejutan untuk Prajurit TNI yang Bertugas di Papua di Malam Tahun Baru

Peringatan 100 tahun Partai Komunis China

Photo :
  • Sumber BBC

"Politik Pancasila ini harus di-restore sebagai bagian dari narasi besar kita untuk bersatu," kata Fahri dalam diskusi "Menyongsong Momentum Indonesia, Refleksi 2024 dan Proyeksi 2025" di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025.

Selain UU ITE, Pakar Hukum Sebut Mahfud MD Berpotensi Dijerat Pasal Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Menurutnya, perkembangan teknologi melalui kebebasan di media sosial seolah-olah menjadi jalan untuk saling menegasikan.

Dia pun prihatin atas adanya fenomena tersebut, bahkan hingga menyinggung pemimpin bangsa.

Saat ini, ada godaan dari negara-negara di dunia untuk mengikuti sistem negara yang diterapkan China. Pasalnya, negara tersebut berhasil berkembang pesat menjadi negara maju hanya dalam satu generasi.

Ilustrasi Pemilu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

"Pada saat yang sama, sehingga ada orang tergoda untuk menjadi otoriter," kata dia.

Dia menilai negara-negara Barat dengan politik liberalnya justru membuat bangsanya tidak terkonsolidasi. Timbulnya peperangan membuat moral bangsa-bangsa itu jatuh sebagai negara demokrasi.

Untuk itu, dia pun mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk terus mengkonsolidasikan bangsa dengan komando politik yang memunculkan jati diri bangsa Indonesia demi membangun kekuatan masa depan.

"Serta meninggalkan partai-partai yang ekstremis, karena kemudian menganggap partainya adalah segala-galanya. Nah, menurut saya ini memerlukan komando baru politik, kita harus punya arah yang baik," kata dia. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya