Pakar: Hasto Bukan Target Utama, Kalau Begal 2 hari Selesai, Kok Harun Masiku Panjang Sekali

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat diperiksa KPK sebagai saksi terkait Harun Masiku
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Status tersangka terhadap Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto jadi sorotan luas. Muncul spekulasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan politisasi hukum terhadap Hasto.

Gak Patuh Lapor Kekayaan ke Negara, Mengejutkan Lihat Mobil Hasto Kristiyanto

Terkait itu, pakar politik Adi Prayitno menganalisa setiap kasus hukum yang terjadi pada elite partai menimbulkan dua distingsi yakni dugaan adanya politisasi dan murni proses hukum. Dia menyinggung Harun Masiku yang sudah jadi tersangka dan buronan KPK selama hampir lima tahun.

Namun, menurut dia, dalam dinamika politiknya kasus Harun Masiku selalu ditempel dengan Hasto. Ia menyebut misalnya saat Hasto bersuara kritis dalam momen pilpres dan pilkada terhadap pihak tertentu, maka muncul lagi isu terkait Harun Masiku.

Yasonna Dicekal ke Luar Negeri, PDIP Ingatkan KPK Profesional: Tidak Ada Kejelasan

"Argumen-argumen yang semacam ini sepertinya selalu ditempelkan, bahwa kasus Hasto ini itu lebih kental nuansa politisnya," kata Adi dalam Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne yang dikutip VIVA pada Kamis, 26 Desember 2024.

Adi juga tak menafikan kasus Harun Masiku yang sudah menggantung hampir 5 tahun itu menyeret nama Hasto. Tapi, ia heran dengan KPK yang baru saat ini menetapkan status Hasto sebagai tersangka.

Cekal Hasto dan Yasonna, Eks Penyidik Sebut Langkah KPK Tepat: Saksi Kunci Harus Dicekal

"Dalam konteks nama-namanya yang dikira punya kontribusi, dinilai punya andil dalam suap yang sebenarnya jumlahnya tak terlampau banyak. Apalagi ini kan kasusnya cukup lama. 5 tahun tapi kenapa baru saat ini," jelas Adi.

"Kalau memang sejak awal ada indikasi keterlibatan orang penting di PDIP, kenapa ini tidak dari awal ini dipanggil," lanjut Adi.

Pakar politik Adi Prayitno dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne.

Photo :
  • YouTube tvOne

Pun, dia menyoroti KPK yang saat ini seperti berbeda dalam mengumumkan kasus korupsi. Dia heran karena status tersangka Hasto sudah ramai di pemberitaan media massa dan informasi media sosial.
 
Sementara, KPK belum mengumumkan secara resmi. Ia heran dengan KPK karena saat dikonfirmasi awak media, pihak lembaga anti rasuah itu melalui Jubir juga belum bisa membenarkan perihal status Hasto tersangka.

"Ini rame dulu di media. TvOne nyebut, medsos nyebut bahwa Hasto itu sudah jadi tersangka. Kawan-kawan KPK ketika ditanya, masih dicek dulu ini barang, apakah ada. termasuk kawan-kawan PDIP misalnya menyebut belum mendengar secara langsung," ujar pendiri lembaga survei Parameter Politik Indonesia (PPI) itu.

Lebih lanjut, dia beragumen bahwa Hasto bukanlah target utama dalam kasus tersebut. Padahal, Harun Masiku yang mestinya jadi target utama ternyata masih buron hampir lima tahun.

"Kalau mau jujur, Hasto ini kan bukan target utama. Justru target utama sampai saat ini tidak terungkap. Siapa? Harun Masiku yang sudah lama jadi DPO, tidak ketemu, tidak terungkap," tuturnya.

Dia heran dengan KPK yang sepertinya kesulitan mencari Harun Masiku. 

"Apa rumitnya sih ini cari orang barang. Biasanya kalau di Indonesia kasus terorisme, ada begal dua hari selesai, ini kok kasus Harun Masiku panjang sekali ceritanya," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Soal klaim KPK punya bukti keterlibatan Hasto, ia bilang mestinya yang pokok persoalan diungkap terlebih dahulu. Adi menyampaikan penegakan hukum mesti dilakukan di atas segala-galanya.

"Mestinya yang pokok dulu baru kemudian orang-orang yang terlibat di sekitarnya. Tapi, setiap apapun proses hukum harus ditegakkan di atas segala-galanya," ujar Adi.

Menurut dia, KPK sebagai lembaga penegak hukum mestinya menangani kasus yang berdampak dengan kerugian besar negara. "Bahwa ada kasus Harun Masiku, Sekjen PDIP, ini kan jumlah kerugiannya tidak terlampau seberapa," tutur Adi. 

"Mestinya KPK fokus kepada kasus dengan negara yang dirugikan triliunan, ratusan miliar. Nah, itu yang diuber-uber sampai liang lahat," kata Adi.

 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya