Kaleidoskop Pilkada 2024: Gelombang Demo efek DPR vs MK, Anies Gagal Berlayar, PDIP Takluk di Kandang

Cagub Cawagub Jakarta Pramono-Rano Karno bertemu Anies Baswedan
Sumber :
  • Dok Anies Baswedan

Jakarta, VIVA - Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024 merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pilkada pada tahun itu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah: dilaksanakan di ratusan daerah, diikuti ribuan pasangan kandidat, jumlah pemilih yang mencapai ratusan juta orang, dan pemilihannya serentak pada hari dan tanggal yang sama.

Omongan Megawati soal PDIP Diawut-awut Terbukti, Sopir Maut Bus SMP Bogor jadi Tersangka

Begitu besarnya hajatan pilkada itu merupakan konsekuensi dari pengesahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengharuskan seluruh pemilihan kepala daerah mulai tahun 2024 dilaksanakan pada tanggal yang sama. Konsekuensinya adalah kepala daerah yang terpilih pada tahun 2017 dan 2018 akan digantikan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat setelah masa jabatannya berakhir hingga terlaksananya pemilu tahun 2024. Selain itu, pemimpin daerah yang terpilih pada tahun 2020 hanya akan menjabat kurang dari lima tahun penuh, berkisar antara tiga hingga empat tahun.

Proses politik yang berkembang sepanjang kontestasi itu juga sangat dinamis, tidak hanya karena sengitnya persaingan tetapi juga berkaitan erat dengan hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada 14 Februari 2024. Putusan MK yang mengejutkan pada awal tahapan Pilkada memorak-porandakan tatanan politik yang telah lama dibangun. Mengemuka pula isu campur tangan alias cawe-cawe kekuasaan dan aparatur negara dalam proses politik yang berlangsung di masing-masing daerah.

PTUN Banjarbaru Tolak Gugatan Sengketa Pilkada

Ilustrasi Pilkada.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Pilkada, yang merupakan sarana untuk memilih pemimpin-pemimpin lokal, ternyata sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik nasional. Narasi "keberlanjutan" pemerintahan nasional pada Pemilu segera disusul dengan narasi "keseragaman" antara pemerintahan nasional dengan pemerintahan lokal pada Pilkada, sekurang-kurangnya di daerah-daerah dengan kota-kota besar yang padat populasi, seperti di Pulau Jawa, termasuk Jakarta.

Tuduhan Cawe-cawe di Tahun Terakhir Jokowi Jadi Presiden

Pilkada Jakarta paling menyita perhatian publik nasional. Semangat pertarungan antara pemenang dan yang kalah dalam Pemilu Presiden mengemuka sampai ada yang menjadi 'korban'--sang petahana Anies Baswedan gagal maju. Namun, figur populer calon yang disokong koalisi besar, termasuk partai politik yang menjadi bagian dari pemenang Pemilu Presiden, dikalahkan oleh kandidat yang sebelumnya tak diperhitungkan.

Meski penyelenggaraan pilkada itu secara umum berjalan kondusif dan suskes, banyak catatan dan penilaian yang kurang baik menyertainya, di antaranya cukup banyak daerah yang pilkadanya dengan kotak kosong karena diikuti hanya satu pasang calon alias calon tunggal, dan jumlah partisipasi pemilih yang tidak menggembirakan serta tingkat golput yang tergolong tinggi.

Di satu-dua daerah lainnya terjadi peristiwa ketika satu kandidat tersandung masalah hukum seperti pelanggaran aturan Pemilu hingga didiskualifikasi, atau terjerat kasus korupsi dan ditangkap oleh KPK. Ada juga kandidat yang meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan tragis hingga pencalonannya digantikan oleh istrinya.

Seorang warga menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada serentak 2024 di TPS 001 Desa Tulikup, Gianyar, Bali, Selasa, 3 Desember 2024.

Photo :
  • ANTARA/Fikri Yusuf

Berikut ini rangkuman kejadian-kejadian penting selama masa tahapan Pilkada Serentak 2024:

1. DPR mau anulir putusan MK menuai gelombang demonstrasi

Pada 20 Agustus, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah syarat usia calon yang harus dihitung sejak penetapan oleh KPU--bukan sejak pelantikan--dan membatalkan ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah.

Putusan pertama, pada Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan bahwa calon gubernur atau calon wakil gubernur berusia paling rendah 30 tahun dan MK menyatakan persyaratan tersebut harus dipenuhi sebelum penetapan paslon, bukan sejak pelantikan.

Putusan kedua, MK membatalkan ketentuan ambang batas pencalonan yang membatasi parpol dan gabungan parpol dalam mengusulkan calon, dan mengubah ambang batas pencalonan sesuai dengan jumlah penduduk daerah.

Baca juga: Tok! Komisi II DPR Setujui PKPU Pilkada yang Akomodasi Putusan MK

Sebelumnya pada Pasal 40 Ayat (3) UU Pilkada disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dan ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di DPRD.

Demo Darurat Indonesia di Depan DPR RI

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

MK menyatakan ketentuan itu sebagai inkonstitusional bersyarat dan MK kemudian menyatakan bahwa persyaratan pengajuan pasangan calon di pilkada berdasarkan perolehan suara sah yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Putusan itu, ringkasnya, syarat pencalonan bagi partai politik atau gabungan partai politik menjadi lebih ringan, tidak lagi harus sebesar 25 persen, yang konsekuensinya pula membuka kesempatan dan peluang lebih banyak pasangan calon yang muncul dalam pilkada.

Sehari setelah putusan MK, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengajukan revisi UU Pilkada, yang pada pokoknya ingin menganulir putusan MK. Sebanyak 8 fraksi di DPR dan pemerintah setuju terhadap revisi Undang-Undang Pilkada dan hanya Fraksi PDIP yang menyatakan tidak sependapat.

Keputusan Baleg DPR yang berencana merevisi Undang-Undang Pilkada dan mengabaikan putusan MK memicu protes dari berbagai elemen masyarakat. Media sosial segera diramaikan unggahan berlatar biru bergambar Garuda Pancasila putih dengan latar belakang warna biru dan tulisan “Peringatan Darurat” dipadu suara sirine tanda kedaruratan.

Sehari kemudian gelombang demonstrasi digelar di sejumlah daerah dengan “target” unjuk rasa di antaranya di kantor DPR, DPRD, dan kantor pemerintahan. Pada hari yang sama, DPR urung mengesahkan revisi UU Pilkada setelah rapat paripurna tidak memenuhi kuorum--dihadiri hanya 89 orang dari total 575 anggota DPR dari 9 fraksi partai politik yang ada di parlemen.

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran di berbagai kota, KPU akhirnya menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024 tentang pencalonan dalam Pilkada 2024. Keputusan itu, berdasarkan rapat konsultasi antara KPU dan Komisi II DPR, mengakomodasi putusan MK.

2. Dinamika Jakarta: Anies gagal berlayar, Ridwan Kamil hijrah untuk kalah, Pramono juara

Mantan calon gubernur Jakarta Anies Baswedan gagal berlayar alias maju lagi dalam kontestasi politik ibu kota setelah tak ada partai politik yang bersedia mengusungnya hingga masa pendaftaran berakhir pada Kamis dini hari, 29 Agustus. Meski sempat ditawari PDIP untuk maju sebagai calon gubernur Jawa Barat, Anies menolaknya.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebetulnya sejak setelah Pemilu Presiden telah mengisyaratkan mengusung Anies. Namun, sebelum putusan MK tentang ambang batas pencalonan diterbitkan, persyaratan yang dimiliki PKS untuk mengusung Anies tak cukup, sementara upaya menjalin koalisi dengan PKB kandas.

PKS lantas mengajukan kadernya, Suswono, untuk dipasangkan dengan Ridwan Kamil yang telah memutuskan hijrah arena kontestasi dari Jawa Barat ke Jakarta. PKB dan Demokrat pun ikut bergabung mendukung Ridwan Kamil-Suswono bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus.

Baca juga: Ono Surono PDIP: Mulyono dan Geng Tak Menghendaki Anies Diusung di Jawa Barat

Anies sempat memiliki peluang untuk maju setelah digadang-gadang akan diusung oleh PDIP dan dipasangkan dengan Rano Karno sebagai wakil gubernur. Namun, PDIP akhirnya memutuskan mengusung kadernya, Pramono Anung, dan memasangkannya dengan Rano Karno.

Anies Baswedan membuat video dukungan kepada Cagub Sumut Edy Rahmayadi

Photo :
  • Ist

Pilkada Jakarta akhirnya diikuti tiga pasangan calon, antara lain Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (pasangan calon perseorangan), dan Pramono Anung-Rano Karno.

Nama Pramono Anung dimunculkan PDIP sebenarnya tak diduga-duga dan tak lama setelah deklarasi elektabilitasnya rendah, kalah jauh dari Ridwan Kamil yang lebih dahulu populer sebagai gubernur Jawa Barat. Tetapi, seiring waktu berjalan, elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno menanjak, sebaliknya Ridwan Kamil-Suswono perlahan-lahan tergerus.

Tergerusnya elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono di antaranya karena candaan blunder keduanya. Suswono, misalnya, melontarkan candaan tentang janda kaya menikahi pemuda pengangguran dengan mencontohkan Siti Khadijah dengan Nabi Muhammad. Candaan Suswono menjadi polemik hingga akhirnya dia dilaporkan kepada Bawaslu DKI Jakarta. Ridwan Kamil juga tersandung candaan sexiest "janda" saat menghadiri deklarasi dukungan relawan di Jakarta Timur.

Upaya mendongkrak lagi elektabilitas Ridwan Kamil dilakukan dengan bantuan Presiden Prabowo Subianto dan mantan presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokow dua kali menghadiri kegiatan kampanye Ridwan Kamil. Prabowo, mendaku sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, mengeluarkan surat imbauan untuk mencoblos Ridwan Kamil-Suswono.

Tetapi, Pramono-Rano telah sedari dini mendapatkan dukungan dari Ahoker, sebutan bagi pendukung mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Anies Baswedan, yang memiliki massa pendukung dengan sebutan Anak Abah, menjelang hari pemungutan suara, menyerukan para simpatisannya untuk mencoblos Pramono-Rano.

Pada Minggu, 8 Desember, KPU Jakarta menetapkan Pramono Anung-Rano Karno sebagai pemenang di Pilkada DKI Jakarta dengan meraih 2.183.239 suara. Ridwan Kamil-Suswono memperoleh 1.718.160 suara dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 459.230 suara.

Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana tak menggugat hasil Pilkada Jakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Maka keputusan KPU Jakarta yang menetapkan Pramono-Rano sebagai pemenang bersifat final dan Pilkada Jakarta hanya berlangsung satu putaran. Pramono-Rano dijadwalkan dilantik secara serentak bersama kepala daerah lainnya pada 7 Februari 2025.

3. Drama berliku pencalonan Airin di Banten tapi berakhir kalah

Airin Rachmi Diany, mantan wali kota Tangerang Selatan yang juga kader utama Partai Golkar, pada 26 Agustus, didukung oleh PDIP sebagai bakal calon gubernur Banten dan dipasangkan dengan Ade Sumardi. Golkar malah memberikan dukungan kepada pasangan calon lain, Andra Soni dan Dimyati Natakusumah, yang telah diusung Partai Gerindra, PKS, Partai Demokrat, Partai NasDem, PKB, PAN, PSI, dan PPP.

Namun, sehari kemudian, setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mendesak Airin masuk menjadi kader partai yang dia pimpin, Golkar mengubah keputusannya, berbalik mendukung Airin, dan membatalkan dukungan kepada Andra-Dimyati. Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengatakan perubahan dukungan itu bagian dari dinamika politik.

Meski telah didukung dua partai besar, juga modal besar perolehan 302.878 suara sebagai caleg DPR RI untuk daerah pemilihan Banten III, elektabilitas Airin tak terkerek naik. Pasangan Airin-Ade kalah dari Andra-Dimyati. Berdasarkan rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi, KPU Banten, pada 7 Desember, menetapkan pasangan Andra Soni-Dimyati memperoleh suara terbanyak mencapai 3.102.501 suara (55,8 persen), sementara Airin-Ade sebanyak 2.449.183 suara (44,12 persen).

Baca juga: Megawati Minta Airin Pakai Merah Hitam Usai Diusung Maju Pilgub Banten, Dorong Gabung PDIP?

Airin-Ade memutuskan untuk tidak menggugat hasil Pilkada Banten ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski menemukan anomali dan dugaan pelanggaran yang kuat, pasangan ini legawa dengan alasan demi ketenteraman dan keamanan Banten.

Airin Rachmi Diany Diusung PDIP di Pilgub Banten

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

"Saya menangkap suasana kebatinan yang luar biasa. Sejumlah kata bahkan digambarkan oleh banyak politisi, peneliti, hingga pengamat di media massa: mengejutkan, anomali, dan kata lain yang tengah membaca banyak dugaan terkait hasil pilkada kita," kata Airin dalam pernyataan video yang diunggah di akun Instagram Airin dan Ade Sumardi, 10 Desember.

4. PDIP jadi pecundang di kandang

Di Jawa Tengah, provinsi yang dikenal sebagai wilayah basis PDIP alias kandang banteng, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur jagoan PDIP, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, kalah telak dari pasangan rival mereka, Ahmad Luthfi-Taj Yasin, yang diusung KIM Plus. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara KPU Jawa Tengah pada 7 Desember, Andika-Hendrar memperoleh 7.870.084 suara, sedangkan Ahmad Luthfi-Taj Yasin meraih 11.390.191 suara.

Empat hari setelah penetapan oleh KPU, Andika-Hendrar resmi mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilgub Jawa Tengah ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional DPP PDIP Ronny Talapessy mengatakan gugatan tersebut didasari oleh dugaan adanya keterlibatan aparat penegak hukum dalam Pilkada Jawa Tengah. “Kami mendalilkan keterlibatan aparat penegak hukum, di mana dari awal ada panggilan-panggilan Kepolisian, ada panggilan Kejaksaan, dan juga pengerahan kepala desa, dan lain-lain,” kata Ronny di gedung MK, Jakarta, Rabu, 11 Desember.

Baca juga: PDIP: Jateng Bukan Kandang Banteng, tapi Kandang ‘Partai Cokelat’

Megawati, mengomentari hasil Pilkada itu, menekankan bahwa ia sangat mengenal karakteristik pemilih di Jawa Tengah. Dia mengungkapkan pengalamannya tiga kali terpilih sebagai anggota DPR RI berkat dukungan tinggi dari provinsi tersebut.

Calon Gubernur Jateng Andika Perkasa

Photo :
  • Dok KPU

“Jawa Tengah bukan hanya kandang banteng, namun menjadi tempat persemaian gagasan nasionalisme dan patriotisme. Saya melihat energi pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader yang militan dan seharusnya tidak akan terkalahkan jika pilkada dilakukan secara fair, jujur, dan berkeadilan," kata Megawati.

PDIP berkelit dari penilaian bahwa mereka takluk di kandang banteng. Kandang banteng kini berpindah dari Jawa Tengah ke Jakarta, kata Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus merujuk pada kemenangan Pramono-Rano di Pilkada Jakarta.

"Dari Jawa Tengah, PDI Perjuangan punya saudara di Ibu Kota Jakarta. Jadi, jangan ada lagi pertanyaan soal kandang banteng. Mau tanya di mana kadang, DKI Jakarta memenangkan pemilu," kata Deddy di kantor pusat PDIP, Jakarta, Kamis, 28 November.

Deddy mengamini, Jawa Tengah bukan lagi menjadi kandang banteng pada Pilkada Jateng. Namun, Jateng masih menjadi basis pemilih tertinggi PDIP pada Pemilu Legislatif 2024.

"Apakah Jawa Tengah bukan lagi kandang banteng. Ya, dalam arti pemilihan gubernur. Dari sisi suara, dibandingkan antara suara pemilu legislatif dengan hasil pemilu (Pilkada) ada dua kali lipat. Dari 25,9 persen menjadi lebih dari 40 persen. Apakah masih kandang banteng? Yes," ujarnya.

5. Risma tak kuasa gusur Khofifah di Jawa Timur

Calon gubernur Jawa Timur jagoan PDIP, Tri Rismaharini alias Risma, tak kuasa menggusur dominasi sang petahana Khofifah Indar Parawansa. Risma, yang dipasangkan dengan Zahrul Azhar Asumta, kalah telak dari Khofifah yang bergandengan dengan pasangannya pada periode sebelumnya, Emil Elestianto Dardak.

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Jawa Timur pada 9 Desember, pasangan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim memperoleh 1.797.332 suara (8,67 persen), Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak meraih 12.192.165 suara (58,81 persen), dan Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta mengantongi 6.743.095 suara (32,52 persen).

Risma-Zahrul hanya unggul di Surabaya, kota yang pernah dipimpin Risma. Di sana, Risma-Gus Hans mendapatkan perolehan 861.134 suara, disusul Khofifah-Emil 329.551 suara, Luluk-Lukmanul hanya 34.071 suara.

Baca juga: Gugat Hasil Pilgub Jatim ke MK, PDIP Heran Suara Risma-Gus Hans Nol di 3.900 TPS

Risma-Zahrul, pada 11 Desember, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilkada Jawa Timur. Ada banyak kejanggalan yang termasuk dugaan kecurangan pada kontestasi politik di Jatim itu, kata Ketua DPP PDI-P Ronny Talapessy yang ditunjuk seabgai kuasa hukum Risma-Zahrul.

Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans saat di Malang.

Photo :
  • VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)

"Untuk Jawa Timur, kami menemukan ada 3.900 TPS di mana terjadi suara dari Bu Risma nol. Artinya apa? Artinya tidak ada yang memilih Bu Risma, sedangkan kami punya saksi dan lain-lain," ujar Ronny di gedung MK, Jakarta, 11 Desember.

Selain itu, katanya, tim Risma-Zahrul juga menemukan adanya surat suara yang tak terpakai dalam Pilkada Jatim 2024. Mereka menyebut jumlahnya berbeda. "Terjadi selisih kurang lebih, kalau di Kabupaten/Kota setelah kita jumlah ada 600.000, sedangkan di Provinsi, surat suara yang tidak terpakai itu ada 1.200.000," kata Ronny.

Ronny menyatakan secara terang-terangan bahwa kecurangan itu bersifat "terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)" yang akan dia buktikan dalam persidangan di MK kelak.

6. KIM Plus menang mutlak Jawa Barat, Banten, dan Sumatra Utara

Di tiga provinsi pada populasi lainnya, yakni Jawa Barat, Banten, dan Sumatra Utara, pertarungan Pilkada tak kalah sengit. Para pasangan calon yang diusung KIM Plus menang atas kandidat jagoan PDIP, bahkan ada calon yang diusung partai berlambang moncong putih itu di Jawa Barat meraih suara yang minim.

Pasangan calon gubernur dan calon wakil Jawa Barat dari PDIP, Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja, hanya meraih 2,11 juta suara dan berada di posisi paling buncit, terpaut jauh dari pasangan yang diusung KIM Plus, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan, yang memperoleh 14,13 juta suara.

Dua pasang calon lainnya, Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwinatarina meraih 2,20 juta suara dan Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie 4,26 juta suara.

Baca juga: Gugat ke MK, Kubu Edy Rahmayadi: Pilgub Sumut Sedang Tidak Baik-baik Saja

Di Banten, pasangan Andra Soni dan Dimyati Natakusumah, yang diusung Gerindra, PKS, Demokrat, Nasdem, PKB, PAN, PSI, dan PPP, menang dengan perolehan suara 3.102.501 suara (55,8 persen). Kandidat yang diusung PDIP dan Golkar, Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi, memperoleh 2.449.183 suara (44,12 persen).

Cagub Sumut, Edy Rahmayadi saat menggunakan hak pilih di TPS.(B.S.Putra/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Airin Rachmi Diany, yang dianggap mewakili Dinasti Atut yang berkuasa di Banten, dikalahkan oleh Andra-Dimyati padahal elektabilitas dalam survei sebelum pelaksanaan pemungutan suara masih di bawah Airin-Ade.

Keunggulan Andra-Dimyati atas Airin-Ade, menurut Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, karena hidupnya mesin partai koalisi pengusung.

“Saya lihat kerja keras yang dilakukan cukup intens. Juga animo masyarakat terhadap calon (Andra Soni-Dimyati) besar,” kata Dasco kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 November.

Di Sumatra Utara, pasangan yang diusung KIM Plus (Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, Demokrat, PPP, Perindo, PSI), Bobby Nasution-Surya, berhasil menggusur calon gubernur petahana alias incumbent, Edy Rahmayadi, berpasangan dengan Hasan Basri Sagala, yang didukung PDIP.

Bobby Nasution, yang juga menantu mantan presiden Joko Widodo (Jokowi), bersama pasangannya, Surya, memperoleh 3.645.611 suara, sementara Edy-Hasan hanya memperoleh 2.009.311 suara.

7. Fenomena kotak kosong, calon ditangkap KPK, dan meninggal dunia secara tragis 

Pilkada Serentak 2024 diikuti oleh 1.556 pasangan kandidat kepala daerah di berbagai tingkat pemerintahan, antara lain 103 pasang calon gubernur-wakil gubernur di 37 provinsi, 1.168 pasang calon bupati dan wakil bupati di 415 kabupaten, 284 pasang calon wali kota dan wakil wali kota di 93 kota. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Pilkada serentak tahun 2024 mencapai 207,1 juta orang.

Meski merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, rata-rata partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 mencapai 68 persen. Meski angka tersebut dianggap cukup baik oleh KPU, tetap terjadi penurunan jika dibandingkan dengan Pemilu 2024 yang mencatatkan partisipasi 81,78 persen pada Pemilu Presiden dan 81 persen untuk Pemilu Legislatif. 

Penyelenggaraan Pilkada 2024 juga diwarnai dengan banyaknya daerah yang hanya diisi oleh calon tunggal. Pada 29 Agustus, tanggal penutupan pendaftaran calon kepala daerah, tercatat ada 42 kabupaten, 5 kota, dan 1 provinsi yang hanya diisi oleh calon tunggal. KPU kemudian memperpanjang masa pendaftaran pada 2-4 September. Setelah perpanjangan waktu, hingga 4 September, ternyata masih ada 41 daerah dengan kotak kosong.

Baca juga: Gubernur Bengkulu Peras Bawahannya Buat Cari Dana Pilkada Sejak Bulan Juni

Sementara itu, di Bengkulu, seorang calon gubernur, Rohidin Mersyah, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi untuk modal kampanyenya. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menciduk juga 8 pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu.

KPK menahan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

KPK rilis kasus Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang terjaring OTT.

Photo :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Rohidin Mersyah merupakan calon petahana, berpasangan dengan Meriani Sumardi. Mereka maju dalam Pilkada Bengkulu diusung Golkar, PKS, Hanura dan PPP. Lawan mereka adalah Helmi Hasan dan Mi'an dengan dukungan PDIP, PAN, Gelora, Demokrat, Nasdem, PKB, dan Gerindra.

Selain peristiwa kasus hukum, dalam Pilkada 2024 diwarnai juga tragedi memilukan. Benny Laos, bupati Pulau Morotai periode 2017-2022 dan Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan yang maju sebagai calon gubernur Maluku Utara, meninggal dunia setelah speedboat alias perahu motor yang ditumpanginya terbakar di Pulau Taliabu, saat ia hendak berkampanye.

Benny Laos sebelumnya berpasangan dengan Sarbin Sehe. Setelah dia meninggal, KPU menetapkan Sherly Tjoanda, istri Benny Laos, sebagai calon gubernur Maluku Utara menggantikan mendiang suaminya pada Pilkada 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya