Tuduhan Cawe-cawe di Tahun Terakhir Jokowi Jadi Presiden
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Cawe-cawe menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, adalah ikut membantu mengerjakan, atau ikut menangani. Istilah ini mencuat dalam politik Tanah Air jelang Pemilu 2024. Terutama dikaitkan dengan cawe-cawe yang dilakukan oleh Joko Widodo saat masih menjabat sebagai Presiden RI 2019-2024.
Di tahun terakhir kepemimpinannya sebagai Presiden RI, Jokowi dituduh melakukan cawe-cawe dalam beberapa peristiwa. Jokowi sendiri saat proses politik Pemilu 2024, baik pemilu presiden maupun pemilu legislatif, mengakui kalau dirinya akan cawe-cawe.
"Saya harus cawe-cawe,” kata dia dalam perbincangan dengan para pemimpin media massa, Istana Merdeka, Jakarta, Senin 29 Mei 2023.
Walau dalam konteks pernyataan itu, Jokowi sendiri mengatakan cawe-cawe yang dimaksud tidak untuk mendukung salah satu calon. Tetapi untuk kepentingan bangsa yang lebih besar agar demokrasi tetap berjalan.
Namun, situasi politik memanas di tengah kontestasi Pilpres 2024 terutama. Tidak saja pertarungan antara partai politik dan koalisinya dalam mengusung capres-cawapres tertentu. Tetapi juga, mulai muncul kekhawatiran akan intervensi kekuasaan, pemilu yang tidak fair, dan perlakuan penguasa terhadap calon yang tidak 'didukung' oleh penguasa.
Ada sejumlah momentum dan peristiwa, yang dinilai sebagai bentuk cawe-cawe. Baik itu jelang digelarnya Pilpres 2024 hingga di tahun terakhir Jokowi menjadi Presiden, 2024.
Nasdem Tak Diundang Rapat Partai Pemerintah
Pada 2 Mei 2023, Presiden Jokowi sempat mengundang para ketua umum partai politik yang mendukung pemerintahan Jokowi-Maruf, di Istana. Menariknya, saat itu Nasdem tidak diundang. Hal itu menimbulkan spekulasi. Nasdem dianggap berseberangan lantaran sudah mendeklarasikan mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Sementara partai-partai lain di pemerintahan, belum.
Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, menilai tidak diundangnya Nasdem dalam pertemuan itu karena Jokowi menilai partai yang dipimpinnya tidak bersama-sama dalam barisan koalisi pendukung pemerintah.
"Saya bisa pahami itu pasti Pak Jokowi menempatkan positioning beliau barangkali sebagai pemimpin koalisi partai-partai pemerintahan ya dan beliau tidak menganggap lagi Nasdem ini di dalam koalisi pemerintahan, untuk sementara," kata Surya Paloh
Jokowi mengakui saat itu, kalau Nasdem tidak diundang lantaran sudah punya koalisi tersendiri. Dimana itu tidak bersama-sama dengan partai politik di pemerintahan yang dipimpinnya.
"Nasdem itu ya, kami harus bicara apa adanya ya, kan sudah memiliki koalisi sendiri. Dan ini gabungan partai yang kemarin kumpul, itu kan juga ingin membangun kerja sama politik yang lain," kata Jokowi.
Bansos Presiden Jelang Pencoblosan
Pada Pilpres 2024 yang digelar 14 Februari 2024, Presiden Jokowi dituding memihak salah satu pasangan calon, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Tuduhan itu karena Gibran adalah putra sulungnya.
Cawe-cawe di pilpres mengemuka. Salah satu indikasi yang diangkat sejumlah pihak terutama oposisi adalah pembagian bantuan sosial atau bansos Presiden. Pemberian bansos dilakukan jelang pencoblosan, juga tidak seperti jadwal-jadwal sebelumnya alias dipercepat. Hingga bansos Presiden itu dituding sebagai upaca Jokowi cawe-cawe mendukung paslon tertentu.
Namun menurut pengamat politik Ujang Komaruddin, tuduhan bansos Presiden Jokowi untuk mendongkrak suara Prabowo-Gibran, susah dibuktikan. Para menteri terkait juga mengatakan kalau pembagian bansos itu sudah dijadwal sebelumnya.
"Ya bisa jadi memang sulit untuk bisa membuktikan bahwa tuduhan kecurangan itu melalui bansos gitu, oleh karena itu patut kita cermati secara objektif dalam konteks tadi mengamati menilai persidangan yang sedang berjalan,” kata Ujang kepada wartawan, Selasa, 2 April 2024.
Bansos Presiden ini juga sampai dibawa ke Mahkamah Konstitusi atau MK, dalam gugatan hasil Pilpres 2024 oleh kedua pasangan capre-cawapres. MK sampai memanggil empat menteri untuk memberi penjelasan dari sisi pemerintah terkait dengan bansos Presiden tersebut.
"Perlu kami tegaskan pelaksanaan program-program tersebut di atas sudah direncanakan sejak awal untuk mencegah terjadinya angka kemiskinan dan sekaligus untuk menurunkannya," kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau PMK 2019-2024, Muhadjir Effendy.
"Kami memahami apabila tugas dan fungsi untuk mengkoordinasikan, mensinkronkan, dan mengendalikan pelaksanaan program di lapangan. Kemudian, dikait-kaitkan dengan pesta demokrasi beberapa waktu yang lalu," kata dia.
Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran
Saat penyusunan kabinet Prabowo-Gibran, tudingan Jokowi cawe-cawe juga muncul. Tidak hanya soal nama-nama yang diajukan masuk ke dalam kabinet. Tetapi juga terkait dengan keinginan Prabowo merangkul semua termasuk PDIP.
Massa itu, hubungan PDIP dengan Jokowi sangat tidak baik. Sehingga memunculkan isu kalau Jokowi cawe-cawe dalam penyusunan kabinet dan tidak menghendaki Prabowo bertemu dengan PDIP. Saat itu memang sudah santer disebut kalau Prabowo bakal ketemu Megawati Soekarnoputri sebelum pelantikan Prabowo sebagai Presiden.
Namun, tudingan tersebut dibantah oleh Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
"Saya belum dengar Pak Jokowi meminta itu. Ya, karena sampai dengan hari ini tidak pernah Pak Jokowi atau dengan Pak Prabowo membicarakan kabinet, karena pada prinsipnya Pak Jokowi memberikan hak prerogatif itu kepada Pak Prabowo sebagai presiden terpilih,” kata Dasco ditanyai awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.
Perpanjangan Masa Kepengurusan PDIP
Imbas hubungan yang tidak bagus, Jokowi juga dituding cawe-cawe terkait dengan perpanjangan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024. Perpanjangan selama setahun hingga kongres di 2025 itu, memunculkan narasi Jokowi ikut campur.
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Ari Dwipayana, sampai menyampaikan klarifikasi terkait narasai cawe-cawe tersebut.
"Terkait dengan narasi yang diangkat dan dikembangkan oleh sebuah media yang menyebutkan Presiden cawe-cawe pada perpanjangan masa bakti pengurus PDIP, cerita yang diangkat oleh media tersebut sama sekali tidak benar," kata Ari Dwipayana dalam keterangannya diterima awak media, Rabu, 7 Agustus 2024.
Ari juga membantah kabar kalau Jokowi membentuk tim khusus untuk mengkaji aspek hukum dari perpanjangan pengurus PDIP tersebut.
Selain itu, diterangkan Ari, perpanjangan dan pergantian susunan kepengurusan partai politik merupakan urusan internal partai. Sebab itu juga sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dari partai politik tersebut.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU Partai Politik, susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan partai politik didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan selanjutnya akan ditetapkan dengan keputusan Menkumham, jelas Ari menambahkan.
"Mengenai tindak lanjut proses perpanjangan masa bakti dari pengurus PDIP dapat ditanyakan langsung kepada Menkumham yang berwenang menetapkan hal tersebut berdasarkan UU Partai Politik," imbuhnya.
Sebelumnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, memimpin acara pengambilan pengucapan sumpah janji jabatan pengurus DPP PDIP masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024. Mereka yang ditambahkan masa jabatannya yakni pengurus lama, di antaranya, dua anak Megawati, Prananda Prabowo dan Puan Maharani. Kemudian ada juga Hasto Kristiyanto, Olly Dondokambey, Bambang Wuryanto, dan Said Abdullah.