Jimly Dukung Tim RIDO Gugat Kecurangan ke MK: Tunjukkan Ada yang Tak Beres di Pilkada Jakarta

Cagub-cawagub Jakarta nomor urut 01, Ridwan Kamil-Suswono di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu, 27 November 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Pasangan Ridwan Kamil – Suswono atau RIDO, mempersiapkan untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau MK, terkait hasil Pilkada 2024. Dari hasil rekapitulasi berjenjang, pasangan Pramono-Rano menang dan pilkada berlangsung satu putaran.

Terhadap putusan gugatan ke MK itu, mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, mendukung langkah tersebut. Yakni dengan mencari keadilan melalui jalur konstitusi ke MK.

“Walaupun kalah, tapi kan jutaan orang yang memilih dia. Jadi pengadilan itu juga bukan soal menang kalah saja, tapi dia problem solusi. Solusi kesalahan,” kata Jimly saat dihubungi wartawan, Jumat 6 Desember 2024.

Jelasnya, gugatan yang diajukan ke MK bukan saja soal menang atau kalah. Tetapi yang mesti dilihat kalau gugatan itu juga untuk menunjukkan ke publik bahwa ada yang tidak beres dari penyelenggaraannya.

“Karena ini bukan soal menang-kalah. Tapi kita mau menunjukkan kepada rakyat, kepada sejarah. Ini ada yang tidak beres. Ini penting untuk jadi catatan sejarah,” tegasnya.

Gugatan yang akan diajukan oleh RIDO, menurutnya baik untuk kehidupan demokrasi Indonesia. Juga bagi penyelenggara pemilu menjadi lebih tahu apa kekurangan dan yang perlu diperbaiki untuk ke depannya.

“Supaya jangan terulang lagi di masa depan. KPU-Bawaslu ini tidak beres kerjanya. Jadi ada gunanya juga (gugat ke MK). Jadi ini bukan sekadar menang-kalah. Ini soal memperbaiki praktik penyelenggaraan pemilu di masa depan,” terang Jimly.

Dalil pemohon kepada MK, kata Jimly, harus memasukkan demi memperbaiki kualitas pemilu di masa depan.

“Kuat sekali. Jadi semua ada penjelasannya. Asal jangan emosional,” tambah Jimly.

Sebelumnya, Koordinator Tim Pemenangan RIDO, Ramdan Alamsyah, melayangkan kritiknya ke KPUD Jakarta, terkait penyelenggaraan Pilkada Jakarta tahun 2024 ini. Terutama terkait rendahnya partisipasi pemilih.

Tetapi Ramdan mempertanyakan narasi bahwa rendahnya partisipasi karena pileg dan pilpres yang berdekatan. Sehingga masyarakat jenuh. Menurutnya, ini sebagai bentuk upaya cuci tangan. 

"Ini kan KPU sendiri menarasikan pemilu kali ini terlalu berdekatan (antara Pilpres dan Pilkada) dan masyarakat jengah. Ini menurut saya narasi yang menurut saya pribadi dan menurut kami tim, ini narasi yang memang terkesan cuci tangan," ujar Ramdan pada Kamis.

Partisipasi pemilih yang rendah disorotinya seperti di beberapa TPS di Jakarta Timur. Dimana menurutnya, partisipasi hanya 15-23 persen. Menurutnya, ini juga karena masalah ada di KPU yakni kurangnya sosialisasi.

"Nah karena tidak profesional yang sudah jelas-jelas bahwa hampir di seluruh TPS terjadi penurunan daripada partisipasi padahal pemerintah sudah mengintervensi tentang adanya hari libur, kemudian diberikan keleluasan kepada masyarakat" kata Ramdan. 

"Yang kami temukan informasi pula bahwa sosialisasi yang dilakukan selain daripada tim teknis, daripada KPU yang memberikan undangan ini tidak cermat dan tidak terampil," tambah Ramdan. 

Dia juga mempersoalkan penyelenggara di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kata Ramdan, banyak diisi oleh orang-orang yang masih baru sehingga minim akan pengalaman.

"Bahkan ada RT yang tidak mendapatkan surat suara, padahal mereka biasanya bagian dari panitia. Ini menunjukkan buruknya koordinasi KPU," kata Ramdan.

Ramdan menegaskan bahwa masalah-masalah ini sudah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

"Kami berharap DKPP bisa mengusut tuntas pelanggaran ini, karena dampaknya sangat merugikan proses demokrasi di Jakarta," katanya. 

Tim RIDO juga sudah melaporkan KPU ke DKPP, karena dinilai tidak professional menyelenggarakan Pilkada Jakarta.

Pilkada Jakarta juga diwarnai dugaan kecurangan. Dimana sebelumnya Ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti Jakarta Timur, ketahuan mencoblosi 19 surat suara milik Pramono-Rano saat pelaksanaan pilkada. 

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti tidak heran dengan peristiwa kecurangan-kecurangan yang terjadi di setiap gelaran pilkada. Dia yakin, setiap pelaku kecurangan ada yang mengorkestrasi atau memerintahkan.

JK Polisikan Agung Laksono, Singapura Terancam Punah hingga Rezim Bashar Al Assad Tumbang

Bivitri menilai, modus ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar, Jaktim yang mencoblos 19 surat suara milik Pramono-Rano bukan hal baru. Menurut dia, kecurangan juga terjadi di Pilpres 2024. 

“Dan ini menurut saya, ini adalah praktik dari penyalahgunaan kekuasaan, karena para petugas itu pasti ada instruksinya, enggak mungkin dia inisiatif sendiri,” kata Bivitri yang hadir dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin 2 Desember 2024.

Ketua MK Pastikan Hakim yang Tangani Sengketa Pilkada Tak Punya Konflik Kepentingan

Bivitri yakin betul, pelaku yang sudah dipecat oleh KPU Jakarta tersebut mendapatkan iming-iming dari seseorang. Sehingga melakukan pencoblosan terhadap surat suara Pramono-Rano.

“Penyalahgunaan satu, tapi juga biasanya dikuasai dengan politik uang, maksudnya saya tahu dari kawan-kawan saya bahwa adalah lazim dalam tanda kutip untuk bayar petugas-petugas itu untuk nyoblosin,” terang Bivitri.

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pilkada Awal Januari 2025

Sebelumnya, Komisioner KPU Jaktim, Rio Verieza, menolak ada alasan politik dari kasus pencoblosan oleh Ketua KPPS tersebut.

"Berdasar pengakuan Ketua KPPS dan petugas Pamsung TPS, mereka melakukan secara spontan. Tujuannya, agar laporan partisipasi pemilih di TPS tersebut tinggi," katanya.

"Sejauh yang kami periksa semalam, ini tidak ada unsur politis. Jadi, kalau misalkan ketua KPPS itu dia beralasan bahwa, kita hanya spontan saja gitu, hanya spontan. Menyuruh petugas ketertiban supaya absensi artinya partisipasi (pemilih) meningkat gitu. Itulah yang tidak betul. Bagaimana pun itu tidak bisa dibenarkan," lanjutnya.

Jelas dia, seluruhnya terdapat 19 surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan Pramono Anung - Rano Karno. Tindakan itu, kata dia, sudah masuk kategori pelanggaran kode etik berat.

"Jadi, kami sudah memberhentikan per hari ini. Ketua KPPS itu juga petugas Pamsung, karena sudah melakukan pelanggaran kode etik yang menurut kami berat. Kemudian yang kedua adalah, kami meyakini itu tidak masuk dalam kriteria PSU (pemungutan suara ulang)," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya