Pakar Hukum Curiga Ketua KPPS Coblos 18 Surat Suara Pramono-Rano Ada yang Suruh

Ilustrasi Pilkada Serentak 2024
Sumber :
  • tvOne

Jakarta, VIVA –  Peristiwa dicoblosnya 18 surat suara oleh Ketua KPPS di TPS 028 Pinang Ranti, Jakarta Timur, untuk pasangan Pramono Anung-Rano Karno, masih dipersoalkan. Walau yang bersangkutan mengaku tidak ada yang menyuruh, namun diyakini ada yang memerintahkan.

Komisi II DPR soal Angka Golput di Pilkada Jakarta Tinggi: Mungkin Calonnya Nggak Menarik

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan tidak heran dengan model kecurangan seperti itu. Dia yakin, setiap pelaku yang berbuat curang pasti ada yang memerintahkan.

Menurutnya, kejadian KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar Jakarta Timur itu bukan sesuatu yang baru. 

Dharma Pongrekun Tunggu Keputusan KPU Sebelum Tentukan Dukung RK-Suswono atau Pramono-Rano

“Dan ini menurut saya, ini adalah praktik dari penyalahgunaan kekuasaan, karena para petugas itu pasti ada instruksinya, enggak mungkin dia inisiatif sendiri,” kata Bivitri, di Jakarta, dikutip Selasa 3 Desember 2024. 

Ketua KPPS tersebut memang sudah diberhentikan oleh KPU Jakarta Timur. Dia yakin, ada iming-iming dari seseorang sehingga mencoblos puluhan surat suara untuk pasangan cagub-cawagub Jakarta nomor urut 3 itu.

PAN Optimis Pilkada Jakarta Dua Putaran, Siap Kawal Proses Perhitungan Suara

“Penyalahgunaan satu, tapi juga biasanya dikuasai dengan politik uang, maksudnya saya tahu dari kawan-kawan saya bahwa adalah lazim dalam tanda kutip untuk bayar petugas-petugas itu untuk nyoblosin,” terang Bivitri.

Jelas Bavitri, ada beberapa modus kecurangan pada pemilu. Pertama, adalah petugas yang dibayar, atau ada instruksi oleh pihak tertentu untuk melakukan kecurangan itu sendiri.

“Jadi dia dipool katanya begitu, tapi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut ya, dipool jadi bayarnya sekian, jumlahnya besar terus dia mau dapat dari berapa Kecamatan gitu,” terang Bivitri.

Dia khawatir hal-hal seperti itu terjadi di Pilkada Jakarta. Dengan mencoba untuk mengatur pasangan calon tertentu mendapatkan suara sekian persen.

“Nah bahayanya untuk pilkada, terutama Jakarta ya, kan untuk sampai dua putaran itu tipis ya, sekarang kalau quick count bedanya tipis. Artinya kalau yang ditukar sedikit,” jelasnya.

“Jadi memang krusial banget untuk ditindaklanjuti laporan-laporan seperti itu,” tambah Bivitri.

Untuk mengatasi persoalan seperti ini, Bavitri mengatakan sebaiknya masyarakat yang ingin golput agar datang saja ke TPS. Tetapi bila tidak ada pilihan yang dikehendaki, bikin saja surat suaranya tidak sah agar surat suara tidak tersisa.

“Makanya saya kalau ngobrol sama teman-teman suka bilang, datang saja lah kalau mau golput coblos semua, tapi jangan enggak datang, nanti dicoblosin orang,” tegas dia.

Bila ini terjadi kecurangan, menurutnya lebih baik untuk dilaporkan ke Bawaslu. Sehingga bukti kecurangan itu bisa ditindak lanjut nantinya bila dilakukan gugatan selisih suara di MK.

“Jadi nanti ketika dijadikan bahan di Mahkamah Konstitusi dalam sengketa hasil juga bisa ada maknanya gitu,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya