4 Faktor yang Bikin Suara Dedi Mulyadi Fenomenal Runtuhkan Dominasi PKS di Jabar

Cagub Jabar Dedi Mulyadi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adi Suparman (Bandung)

Bandung, VIVA – Ada empat faktor yang dinilai jadi pemicu pasangan calon atau paslon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi–Erwan Setiawan unggul telak di Pilgub Jabar 2024. Keunggulan Dedi-Erwan itu merujuk hasil hitung cepat atau quick count Pilgub Jabar.

Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah mengungkapkan 4 faktor yang membuat duet Dedi–Erwan Setiawan unggul telak dengan 61,85 persen versi quick count. Hasil quick count disampaikan setelah data masuk 100 persen dengan dengan tingkat partisipasi pemilih (VTO) sebesar 63,2 persen.

Dengan margin of error plus minus 1 persen, hasil quick count selama ini tak pernah berbeda jauh dengan hasil real count KPUD yang nanti akan diumumkan secara resmi. Hasil versi KPUD itu yang akan jadi acuan.

Dari quick count versi LSI Denny JA, tiga paslon tertinggal jauh di bawah Dedi–Erwan adalah Ahmad Syaikhu–Ilham Habibie yang diusung koalisi PKS-Nasdem dengan 18,78%. 

Lalu, Acep Adang Ruhiat -  Gitalis Dwinatarina yang diusung PKB dengan 10,40 persen. Kemudian, posisi paling buncit yaitu Jeje Wiradinata–Ronal Surapradja yang diusung PDIP 8,98%.

Dedi Mulyadi - Erwan Setiawan

Photo :
  • VIVA.co.id/Adi Suparman (Bandung)

Menurut Toto, empat faktor yang membuat Dedi–Erwan unggul adalah pertama karena secara personal ada figur Dedi Mulyadi sebagai cagub dengan tingkat pengenalan dan kesukaan yang cukup tinggi. Padahal, Jabar dianggap sebagai daerah dengan basis PKS.

Dijelaskan Toto, Dedi Mulyadi juga sudah masuk kategori kandidat yang pengenalan dan kesukaannya berbanding lurus. Kata dia, eks Anggota DPR RI itu sudah dikenal dengan angka sekitar 92,1 persen. 

Dia bilang angka itu ideal bagi seorang kandidat yang punya potensi kuat untuk menang. 

Cak Imin Sebut Presiden Prabowo Ingin Penyelenggaraan Pilkada Dievaluasi Tuntas

Toto membandingkan dengan tiga paslon lainnya yang  rata-rata masih terkendala problem pengenalan. Bahkan, tiga paslon tersebut belum memenuhi standar pengenalan minimal 70%, termasuk Ahmad Syaikhu. Sementara, dua paslon lainnya, rata-rata baru dikenal oleh sekitar 50 persen.

Pun, dia menambahkan sosok Dedi Mulyadi juga dianggap sebagai figur yang mampu dan merakyat. Persepsi positif tersebut muncul karena Dedi punya kemampuan mengemas seluruh rangkaian kegiatannya dengan efek emosional publik. 

Narasi 2 Putaran Dinilai Bisa Ganggu Kondusifitas Jakarta

“Termasuk, melalui kemasan seni dan budaya Sunda yang hadir dan tampil di hampir seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat, yang makin mendekatkan dirinya dengan pemilih. Di situ ada dialog, ada humor, ada pesan kemanusiaan dan bahkan ada tangis saat Kang Dedi menyentuh bagian emosi rakyat yang hadir,” jelas Toto, Senin, 2 Desember 2024.

Menurut Toto, kemasan seperti itu yang membuat Dedi punya brand personal yang khas dan kuat sebagai tokoh Sunda Jawa Barat.  

Dharma Pongrekun Klaim Menang di Atas 52 Persen Suara, Merasa Dicurangi dari Serangan Fajar

Lebih lanjut, dia menuturkan untuk faktor kedua, karena adanya ekspresi kesukaan mayoritas publik kepada Dedi Mulyadi. Hal itu tergambar dari pemilih militan (strong suporter) yang cukup tinggi, yaitu 55,4%. 

Faktor ketiga, jelas Toto, karena dukungan kuat mayoritas publik kepada paslon yang diusung Gerindra, Golkar, Demokrat dan PAN. Kondisi itu cukup merata di aneka segmen demografis, mulai dari suku, agama, gender, tingkat penghasilan, pendidikan, profesi, pilihan ormas dan parpol.

Lalu, faktor keempat, Toto menambahan, karena Dedi punya kemampuan melakukan kapitalisasi seluruh kegiatan dan pesan kampanyenya dengan masif. Menurut dia, kondisi itu lewat aneka platform sosial media, berita online, dan TV dengan newsvalue yang kuat. 

Dia bilang Dedi melakukan itu jauh hari sebelum masuk  masa kampanye.

“Dari rangkaian kegiatan dengan  kemasan yang newsvalue dan berefek emosional publik itu, sangat  wajar jika Kang Dedi sudah punya modal pengenalan dan kesukaan yang paling tinggi sebagai salah satu hukum besi untuk menang,” tuturnya.

Lantas, Toto menjawab diplomatis soal peran sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas Dedi. Ia menekankan hal itu tak pernah berbanding lurus antara kemenangan dan dukungan banyak partai politik.

“Dalam kontek Pilgub Jawa Barat, kemenangan Dedi Mulyadi lebih karena faktor personal figur yang memang sudah kokoh, sejak bupati Purwakarta dua periode dan caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di Jabar. Bukan karena dukungan banyak parpol," ujarnya.

Toto mencontohkan kasus di sejumlah daerah, banyak kandidat yang kalah di Pilkada meskipun didukung banyak partai. Sebaliknya, calon yang didukung hanya satu dan dua partai saja bisa menang. 

Kata dia, dari Pilgub Jabar, adanya persepsi praktik politik agama yang tak ampuh menghentikan lajut elektabilitas Dedi. Dalam dinamikanya, salah satu serangan paling masif adalah soal agama Dedi yang tidak jelas karena dianggap musyrik, mistik dan dukun. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya