Saat Hasto Tanya Apakah Pilkada Sumut Layak Ditunda karena Ketidaknetralan Aparat

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Sumber :
  • Istimewa

Medan, VIVA – Mengaku sebagai warga negara biasa, bukan dengan label jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto berbicara di Forum Demokrasi bertajuk “Selamatkan Demokrasi di Sumatera Utara” yang digelar di Kota Medan, Minggu 17 November 2024.

Cagub Papua Matius Fakhiri Gugat Hasil Pilgub Papua ke MK: Menjalankan Konstitusi

Hasto membeberkan berbagai pengkhianatan demokrasi yang terjadi, lalu bertanya kemungkinan pilkada serentak di Sumut ditunda bila ketidaknetralan aparat tetap berlangsung. 

“Apakah tindakan institusi negara yang tidak netral ini kita biarkan?” Kata Hasto.

Jokowi Pasrah Dipecat sebagai Kader PDIP: Waktu yang akan Mengujinya

Dijawab “Tidak,” oleh hadirin yang hadir.

Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto di Rekerdasus Pilkada serentak 2024, di Hotel Adimulia, Kota Medan.(B.S.Putra/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)
Golkar Terbuka Bagi Keluarga Jokowi, Gibran: Tunggu Saja

“Apakah Pilkada yang nyata-nyata melibatkan aparatur negara ini layak untuk dilanjutkan?” Tanya Hasto lagi.

“Tidak,” jawab para hadiri lagi.

“Kami berharap pilkada sebagai agenda nasional tetap dilanjutkan. Tapi syarat objektivitas dan Jurdil, harus dapat dijamin oleh pemerintah bersama seluruh penyelenggara pemilu. Dan kita sebagai penopangnya agar demokrasi bisa dilanjutkan,” tegas Hasto. 

Hasto menyampaikan pidato panjang yang disampaikan dengan sangat bersemangat, dan disambut dengan semangat juga oleh hampir seribu tokoh masyarakat Sumut yang hadir.

Hasto memuji Sumut yang melahirkan setidaknya 12 Pahlawan Nasional. Namun perjuangan pahlawan itu bisa ternodai oleh perilaku keluarga yang terus berambisi untuk terus berkuasa.

“Saya sengaja menyebut nama Para Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara guna menegaskan bahwa inilah negeri para patriot, negeri para kusuma bangsa yang berjuang bagi kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan keluarga,” kata Hasto.

“Menyelamatkan demokrasi di Sumatera Utara adalah tugas dan kewajiban kita. Sama dengan tugas para pahlawan. Karena itulah kita berjuang dengan tidak mengenal rasa takut. Kita lawan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang mengebiri demokrasi. Bayangkan hanya karena ambisi satu keluarga, lalu Sumatera Utara mau dijadikan bagian dari kekuasaan keluarga. Apakah kita rela?” tanya Hasto lagi.

“Tidak,” jawab hadirin dengan bersemangat.

Hasto memaparkan, Pilkada yang seharusnya menjadi cermin kualitas peradaban bangsa, nampak dihancurkan oleh adanya ambisi kekuasaan sosok yang senang disebut sebagai “Raja”. Sang “Raja” atau yang oleh Dr. Sukidi menyerupai karakter “Hitler dan Pinokio tersebut” kini mencoba menanamkan pengaruhnya di Sumatera Utara. 

“Sang Raja ini gemar berbohong, dan mengingkari janji-janjinya demi kuasa. Sang Raja ini gemar membagi sembako dengan dana negara untuk kepentingan anak dan menantunya. Karena ambisi Raja terhadap menantunya inilah berbagai skenario dijalankan. Penjabat daerah yang seharusnya netral disalahgunakan,” ujar Hasto.

Hasto mengatakan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala sungguh merasakan hal tersebut. Begitu banyak pihak yang mencoba membantu mereka dengan bergotong royong. Namun mereka dilarang. 

“Mereka ditelpon oleh aparat negara yang memegang kekuasaan hukum. ‘Jangan pernah bantu Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala’ katanya. Berbagai tekanan tersebut menjadikan mereka berdua seperti ‘pasangan haram’ dalam Pilkada,” ujar Hasto.

“Inilah konsultasi kami yang pertama. Ketika demokrasi dibelokkan arahnya oleh kekuasaan, apakah ini akan dibiarkan?” tanya Hasto.

“Lawan,” teriak para hadirin.

“Bukankah rakyat seharusnya merdeka untuk menentukan pilihannya, lalu mengapa ada berbagai intimidasi? Apakah ini yang disebut demokrasi? Lalu kemana kemerdekaan berpendapat rakyat Sumatera Utara? Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan 12 Pahlawan Nasional Sumatera Utara. Kita semua akan melakukan perlawanan agar demokrasi tidak mati,” tegas Hasto.

Hasto juga mengatakan, konstitusi mengamanatkan bahwa pasangan calon kepala daerah dan calon kepala daerah diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. 

Kata Hasto, PDI Perjuangan dan Partai Hanura yang mengusung Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala adalah partai sah. Tiba-tiba ada semacam “partai lain”. Partai yang bukan partai, tetapi bergerak seperti partai.

“Partai yang oleh rakyat dikatakan berseragam coklat ini tiba-tiba hadir bukan untuk membela rakyat, tetapi membela menantu sosok “Raja tersebut. Apakah Sang Menantu yang bernama Bobby Nasution layak sebagai pemimpin?” kata Hasto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya