Ketua MPR Nilai Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di acara Future of Indonesia Dialogue di Jakarta
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, menilai Presiden RI ke-2, Soeharto telah memberikan banyak jasa bagi Indonesia. Sehingga, Soeharto layak diberikan gelar pahlawan nasional.

Bamsoet Dorong Kadin Jadi Kekuatan Ekonomi yang Sejajar dengan Politik, Begini Caranya

Hal tersebut disampaikan Bamsoet saat menghadiri silaturahmi kebangsaan dengan keluarga Soeharto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sabtu, 28 September 2024. Keluarga Soeharto diwakili oleh Titiek Soeharto dan Tutut Soeharto.

"Rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Suharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang dan oleh pemerintah mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional," ujar Bamsoet.

Cak Imin Tegaskan PKB Usulkan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Soeharto

Photo :
  • Antara

Di sisi lain, Bamsoet juga mengungkit beberapa jasa Soeharto untuk Indonesia, seperti memperhatikan membuat Indonesia menjadi negara berkembang.

Pimpinan MPR Gandeng Influencer Ajak Anak Muda Peduli Krisis Iklim

"Beliau telah berusaha mengabdikan diri sebaik-baiknya dalam menjalankan tugas sebagai Presiden dan berjasa besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang," kata Bamsoet.

Bamsoet juga meminta agar semangat rekonsiliasi terus dijaga. Ini diperlukan agar tak muncul kembali dendam yang sempat timbul saat era kepemimpinan Soeharto.

"Mari kita bersama sebagai sebuah keluarga bangsa mengambil hikmah atas berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau, untuk kita jadikan pelajaran berharga bagi pembangunan karakter nasional bangsa Indonesia di masa kini dan di masa yang akan datang," ujar Bamsoet.

"Jangan ada lagi dendam sejarah yang diwariskan pada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu apalagi terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu," sambungnya.

Setelah mencabut Ketetapan (Tap) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), MPR RI juga mencabut nama presiden ke-2 RI Soeharto dari Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998.

Tap MPR tersebut berisikan tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan secara eksplisit ditujukan kepada Soeharto.

Demikian itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR periode 2019-2024, di ruang Rapat Paripurna I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 25 September 2024.

"Terkait dengan penyebutan nama mantan presiden Soeharto dalam Tap MPR Nomor 11/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," kata Bamsoet.

Bamsoet menjelaskan, keputusan itu menindaklanjuti surat dari Fraksi Partai Golkar dan diputuskan dalam Rapat Gabungan MPR pada Senin.

Politikus Golkar ini menegaskan, Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut secara yuridis masih berlaku. Namun, proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena mantan mertua calon presiden terpilih Prabowo Subianto itu telah meninggal dunia.

"MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di mana status hukum Tap MPR nomor 11 tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR nomor 1/R 2003," ujarnya.

Bamsoet menuturkan, MPR adalah rumah kebangsaan bersama dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR juga merupakan aktualisasi dari pemusyawaratan atau perwakilan seluruh rakyat Indonesia.

"Sudah sepantasnya dalam kerangka itu, MPR merajut persatuan bangsa. Layaknya benang yang mengikat kain berbagai warna, MPR menganyam harapan dan cita-cita bangsa dalam satu harmoni," ujarnya.

Selaras pemikiran tersebut, kata Bamsoet, dalam semangat persatuan dan kesatuan pimpinan MPR mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan Presiden Soekarno, mantan presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Ke depan, tantangan kebangsaan yang kita hadapi akan semakin berat, oleh karenanya kita harus selalu bergandengan tangan untuk Indonesia yang lebih kuat, Indonesia yang lebih hebat," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya