Bamsoet: Setiap Lima Tahun Hati Kita Deg-degan, Pecah Enggak Bangsa Ini?
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengaku mengantisipasi segala sesuatu yang akan terjadi setiap Pemilihan Umum (Pemilu) berlangsung. Pasalnya, banyak pilihan yang berbeda dalam pesta demokrasi tersebut.
Hal itu diungkapkan dalam acara peluncuran buku Bamsoet di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa, 10 September 2024.
Dalam acara itu juga turut hadir Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat, dan politikus PDIP Aria Bima.
Bamsoet menegaskan dalam acara peluncuran tersebut, tampak persahabatan partai politik. Di mana, kata dia, para petinggi partai juga turut hadir di acara peluncuran buku tersebut.
"Jadi hari ini cukup berwarna. Ada merah, putih, hijau, kuning yang hadir. Karena kita selalu menampakkan persahabatan. Kita juga perlu berpikir karena setiap lima tahun, hati kita ini deg-degan. Pecah enggak bangsa kita ini? Ribut enggak nih? Pemilu kali ini, Pilpres, Pileg, Pilkada serta," ujar Bamsoet dalam sambutannya.
Selain itu, Bamsoet menyampaikan ajang kontestasi Pemilu yang digelar setiap lima tahun sekali menentukan sikap demokrasi bangsa sesuai dengan amanat Bung Karno.
"Setiap lima tahun kita selalu was-was. Barangkali kita perlu menjadikan pilihan demokrasi yang sesuai dengan jadi diri bangsa kita sebagaimana amanat Bung Karno, amanat para pendidik bangsa yang tertuang dalam sila keempat Pancasila," kata dia.
Ia pun mengambil contoh kontestasi Pilkada Serentak 2024 yang akan digelar pada November 2024. Ia menilai demokrasi di Indonesia masih terjebak dalam angka-angka.
"Demokrasi yang kita hari ini terjebak pada sisi demokrasi angka-angka, sehingga kita masing-masing menjadi disorientasi. Sekarang kita tidak lagi mengejar aspirasi rakyat, mengejar kepentingan rakyat, tapi kita sekarang mengejar suara rakyat dalam bentuk angka-angka," kata dia.
Menurutnya, salah satu fenomena yang akan terjadi ke depannya adalah kotak kosong saat Pilkada. Padahal, kata dia, rakyat berhak memilih dalam Pilkada, tak hanya di tingkat Pilpres.
"Sehingga ini juga yang menjelaskan kepada kita, mengapa pada akhirnya bangsa ini terjebak pada fenomena pilkada kotak kosong. Kalau kita renungi lagi, kita renungkan baik-baik lagi, apa gunanya kita menyelenggarakan pemilihan langsung? Kalau semua sudah selesai, di tingkat atas, kalau rakyat hanya memilih kotak kosong," tutur Bamsoet.Â
"Mudah-mudahan kita menemukan sejalan keluar yang baik, agar demokrasi yang kita pilih hari ini mampu memberikan berbagai kebaikan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara," katanya.