Calon Tunggal dalam Pilkada Bukan Cara Terbaik Hargai Kedaulatan Rakyat, Menurut Pengamat

Ilustrasi/Proses penghitungan suara manual saat Pilkada Banten, Rabu (15/2/2017)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Jakarta, VIVA - Ketua The Constitutional Democracy Initiative Kholil Pasaribu menyebut, calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak bisa dibiarkan dan dianggap wajar dan karenanya perlu pembenahan sistem.

PKS Sebut Pembentukan Struktur Timses RK-Suswono Sudah 98 Persen

“Meski kehadirannya sah dan konstitusional, calon tunggal itu bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat dan membangun demokrasi yang sehat,” kata Kholil dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu, 1 September 2024.

Dia mengutarakan tiga bentuk pembenahan yang perlu dilakukan.

Puji Program Muda Berdaya, Relawan Kopi Siap Menangkan Airin-Ade di Pilgub Banten

Ilustrasi Pilkada.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Pertama, Undang-Undang Pilkada harus memuat aturan ambang batas maksimal persentase jumlah suara partai atau gabungan partai.

Kasih Paham Soal Simpang Susun Semanggi, Ahok Harap Pramono Bisa Gaet Swasta Kerja Sama

Menurut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pilkada hanya mengatur ambang batas minimal persentase perolehan suara partai atau gabungan partai.

Dengan adanya pengaturan ambang batas maksimal, diharapkan dapat membatasi menumpuknya banyak partai dalam satu koalisi pencalonan.

Kedua, perlu diatur sanksi bagi partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon, tetapi memilih tidak mengajukan.

Warga DKI Jakarta Lakukan Pemungutan Suara Pilkada (foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

“Ketentuan ini sebagaimana halnya dalam pengajuan pasangan calon dalam pemilihan presiden,” ucap Kholil.

Ketiga, dia menilai, perlu penataan ulang soal keuangan politik agar biaya politik yang harus ditanggung oleh calon, partai, maupun gabungan partai lebih rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.

Diakui Kholil, putusan MK yang menyederhanakan ambang batas pilkada berdampak pada penurunan jumlah calon tunggal dalam pilkada serentak tahun ini.

Hingga berakhirnya masa pendaftaran pasangan calon Pilkada 2024 pada 29 Agustus lalu, terdapat 43 daerah yang bercalon tunggal dari 545 daerah atau setara 7,89 persen.

Sementara itu, jika dilihat secara akumulasi pelaksanaan pilkada serentak sejak 2017–2020, yang mana jumlah daerah yang melaksanakan pilkada sama banyaknya dengan pelaksanaan pilkada tahun ini, total calon tunggalnya adalah sebanyak 50 atau setara 9,17 persen.

“Ini artinya jika dibandingkan dengan Pilkada 2024, terjadi penurunan sebesar 1,28 persen jumlah daerah bercalon tunggal,” katanya.

Kholil mengatakan, penurunan ini merupakan hal positif karena semakin sedikit daerah yang bercalon tunggal, maka semakin baik bagi masyarakat dan sehat bagi demokrasi.

“Karena hak konstitusional warga untuk mendapatkan banyak alternatif calon pemimpin mereka terpenuhi. Sebab bagaimanapun, masyarakat daerah itulah yang akan merasakan dampak dari hasil pemilihan setidaknya untuk masa lima tahun,” tuturnya.

Putusan MK, kata Kholil, memang berpengaruh terhadap peta pencalonan kepala daerah. Hanya saja, pengaruh tersebut belum meluas terjadi di banyak daerah. (ant)

Din Syamsuddin menyabut kedatangan bertamu pasangan calon Lukmanul Khakim dan Luluk Nur Hamidah di Pilgub Jatim

Dukung Luluk-Lukman di Pilgub Jatim, Din Syamsuddin: Tak Aneh Tokoh Muhammadiyah Dukung Kader NU

Din Syamsuddin bilang ia sengaja dirinya menerima kedatangan pasangan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim di rumahnya Kamis hari ini

img_title
VIVA.co.id
19 September 2024