Pengamat Ungkap 2 Kendala Utama Penyebab Anies Gagal Maju Pilkada 2024, Apa Itu?

Anies Baswedan saat sambangi markas DPW PKB DKI Jakarta
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Pendiri Rumah Demokrasi Ramdansyah mengatakan bahwa mentalitas partai politik di Indonesia menjadi faktor Anies Baswedan gagal diusung menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat pada Pilkada 2024.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

Menurut ia, saat ini partai politik membentuk koalisi lantaran adanya kompromi (koalisi taktis) demi menempatkan kadernya meraih kursi kabinet pada pemerintahan mendatang.

"Pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (yang kemudian menjadi KIM Plus) tentunya menjadi prioritas ketimbang mengusung Anies Baswedan yang menjadi lambang oposisi," kata Ramdansyah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2024.

Setuju dengan Prabowo Pilkada Lewat DPRD: Saatnya Dievaluasi secara Menyeluruh

Anies Baswedan di kantor DPD PDIP Jakarta

Photo :
  • Dok Anies Baswedan

Ia mengatakan bahwa posisi menteri usai pelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 tentu lebih pasti ketimbang mendorong Anies pada Pilkada 2024.

PDIP: Pilkada Langsung Beri Pendidikan Politik kepada Masyarakat

Tidak ada kepastian Anies menang meski hasil survei SMRC pada Agustus 2024 mengungkapkan keunggulan Anies tanpa dukungan partai politik.

"Problemnya adalah memilih Anies berarti menjauhkan partai politik yang bergabung dalam KIM Plus menjauh dari kekuasaan," ujarnya.

Faktor lainnya adalah ideologi partai, seperti PDI Perjuangan yang Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri dengan tegas mengatakan calon yang diusung partainya harus menjadi kader partai.

Calon Presiden Anies Baswedan Hadiri Milad PKS ke-21

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Hal ini menjadi hambatan terbesar bagi Anies Baswedan dan PDIP untuk berkompromi. Megawati berusaha menunjukkan bahwa keberadaan partai politik sebagai jalan yang tepat bagi siapa pun untuk ikut kontestasi politik di segala level pemilihan.

"Anies adalah simbol oposisi personal. Demikian pula PDIP menjadi simbol oposisi kelembagaan (partai politik) usai Pileg dan Pilpres 2024," katanya seraya menambahkan Anies dan PDIP dapat menemukan titik temu.

Kendati demikian, walaupun keduanya adalah simbol perlawanan atau oposisi, ada persoalan prinsipal di antara keduanya. Menurutnya, Anies sepertinya tetap ingin berada di luar partai, sebaliknya PDIP tidak menginginkan demikian.

Anies Baswedan saat Acara Apel Siaga Perubahan Partai NasDem

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Selain itu, persoalan ketidakinginan Anies menjadi kader partai mana pun juga pernah tersirat dari sejumlah pernyataan petinggi PKS.

"Pilihan Anies untuk tidak menjadi anggota partai mana pun sepertinya sudah menjadi prinsip yang sulit diubah, mungkin masih buruknya persepsi publik mengenai partai politik ikut mempengaruhi sikap keengganan beliau untuk bergabung di partai politik mana pun," ujarnya.

Ramdansyah menuturkan apabila Anies mau menjadi kader partai, mantan gubernur DKI Jakarta itu tetap bisa maju pada Pilkada 2024.

Oleh karena itu, dia menyampaikan pembenahan partai politik melalui revisi UU Parpol sudah selayaknya menjadi prioritas utama agar dapat dibenahi di masa yg akan datang.

Ia melihat masih banyak harapan publik bahwa seharusnya Anies pada pilkada saat ini memutuskan untuk bergabung dengan suatu partai politik. Momentum Pilkada 2024 kali ini dirasakan momentum yang paling tepat.

"Kita tidak pernah tahu politik legislasi ke depan, bisa saja kebijakan pilkada langsung terhenti di beberapa tahun ke depan karena dengan keserentakan pilkada secara nasional ini kelak cepat atau lambat akan menimbulkan pertanyaan untuk apa tetap dipertahankan pilkada dipilih secara langsung, apalagi ketika sudah dianggap business as usual,"katanya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya