Politisi PDIP Sumut: Koalisi Bersama Rakyat Lebih Kuat Dibanding Koalisi dengan KIM Plus

Foto udara massa melakukan aksi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024.
Sumber :
  • ANTARA/Galih Pradipta

Sumatera Utara, VIVA – Revisi Undang-undang atau RUU Pilkada batal disahkan oleh DPR RI, setelah mendapat penolakan luas dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan aksi unjuk rasa besar-besaran dilakukan di depan Gedung DPR RI Jakarta, Kamis kemarin, 22 Agustus 2024.

Maju Pilkada Kalbar, Ria Norsan: Bayangkan Bapaknya Mengabdi di Golkar 30 Tahun, Dipecat Anaknya

Tuntutannya adalah agar DPR RI patuh terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.

Kader PDI Perjuangan Sumatera Utara, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan upaya pembelokan terhadap hasil keputusan MK terkait pilkada, kandas akibat tekanan publik. Sebab hasil Baleg DPR RI justru bertentangan dengan putusan MK. Seperti ambang batas atau threshold partai mengajukan calon yang dikembalikan menjadi 20 persen kursi. Juga soal penetapan umur 30 tahun yang dikembalikan berdasarkan putusan MA. 

MK Bilang Pembentuk UU Tidak Boleh Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Publik

"Pembangkangan konstitusi, pembelokan hukum, dan pembegalan demokrasi melalui revisi UU Pilkada layu sebelum berkembang. Pesan darurat berantai yang digerakkan secara massif oleh kelompok pro demokrasi membuat ketakutan para anggota DPR RI, hingga tidak berani hadir di ruang sidang paripurna," kata Sutrisno, dalam keterangannya, Jumat 23 Agustus 2024.

Lanjut Sutrisno, sidang paripurna DPR RI tidak memenuhi kuorum dalam pengambilan keputusan. Karena itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, mengatakan kalau paripurna tidak bisa dilanjutkan. Hingga akhirnya Dasco menyatakan Pilkada 2024 digelar berdasarkan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 . 

Guntur Soekarnoputra Nilai 'Si Doel' Dapat Dongkrak Popularitas Pramono di Pilgub Jakarta

Sutrisno mengungkapkan PDIP terbuka untuk melakukan revisi terhadap semua surat tugas dan surat mandat yang diberikan kepada calon dan pasangan calon dengan pertimbangan, yakni Pertama, bahwa PDIP dengan syarat baru (10 %, 8,5 %, dan 6,5 %) dapat mengusung sendiri pasangan calon di berbagai provinsi, kabupaten dan kota. 

"Peluang tersebut harus diambil oleh PDIP meski harus berhadapan dengan KIM Plus," tutur Sutrisno, yang juga menjabat sebagai Presidium Kongres Rakyat Nasional.

Kedua, Sutrisno menyebutkan bahwa PDIP berpeluang besar mendapat dukungan dari rakyat akibat perlakuan oleh KIM Plus. 

"Maka seluruh kerja sama yang sempat dibangun dengan parpol anggota KIM Plus sebaiknya dibatalkan. Koalisi bersama rakyat lebih kuat dibanding koalisi dengan KIM Plus," kata Sutrisno.

Ketiga, Sutrisno menjelaskan PDIP harus mengakui secara terbuka bahwa MK dan rakyatlah yang menyelamatkan PDIP. Tanpa MK dan rakyat, maka PDIP akan dihabisi dengan tidak memiliki mitra koalisi untuk memenuhi peraturan lama dengan 20 % kursi untuk bisa mencalonkan tersebut.

Keempat, bahwa mitra kerja sama politik (koalisi) PDIP yang utama adalah rakyat pro demokrasi dan parpol kecil (non parlemen) yang bukan anggota KIM Plus, dan tidak tersandera “raja Jawa”. PDIP harus merangkul Partai Buruh, Partai Hanura, Partai Ummat, Partai Perindo, PPP, dan PKN.

Kelima, ia mengungkapkan bahwa pasangan calon yang diusung oleh koalisi PDIP harus kongruen (sebangun). Pasangan calon gubernur/ wakil gubernur dengan calon bupati/ wakil bupati, wali kota/ wakil wali kota harus berada pada kubu yang sama. 

"Selain untuk memudahkan sosialisasi, pun untuk menegaskan perbedaan antara koalisi rakyat dengan KIM Plus," kata mantan anggota DPRD Sumut itu.

Keenam, Sutrisno mengatakan tidak bermanfaat bagi PDIP mengusung dan mendukung calon kepala/ wakil kepala daerah kader partai dari KIM Plus sekalipun berpeluang menang. Mengusung kader sendiri jauh lebih bermanfaat bagi PDIP meskipun akhirnya kalah.

"Ketujuh, bahwa untuk daerah yang tidak memenuhi syarat minimal jumlah kursi (10 %, 8,5 %, atau 6,5 %) pun PDIP lebih baik mendukung calon yang maju lewat perseorangan (independen) daripada bekerjasama dengan KIM Plus," jelas Sutrisno.

Kedelapan, Sutrisno mengatakan PDIP harus berubah dengan menjadi alat perjuangan rakyat. Sikap-sikap eksklusif dan gaya elitis harus dihilangkan. Rangkul dan peluk rakyat secara jujur dan terbuka. Sebab ketika PDIP membuka diri kepada semua kebutuhan dan kepentingan politik rakyat, maka PDIP akan mendapat kesetiaan dari rakyat.

Kesembilan, Sutrisno menambahkan dalam waktu singkat dan terbatas, PDIP perlu membuka akses kepada rakyat untuk memberi masukan nama-nama calon kepala/ wakil kepala daerah yang diusung PDIP. Sehingga calon-calon yang dikehendaki oleh rakyat akan memiliki kesempatan ikut bertarung melalui PDIP.

"Kegaduhan politik yang diakibatkan oleh KIM Plus, harus menjadi amunisi tak terbatas bagi PDIP untuk meraih simpati dari rakyat. Sehingga kemenangan demi kemenangan dapat diraih bersama dan untuk rakyat," sebut Sutrisno.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya