Pidato Politik, Megawati Singgung Soal Konstitusi yang Diubah dengan Cara Tidak Wajar

Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri
Sumber :
  • Youtube PDIP

Jakarta, VIVA – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menegaskan tak boleh ada warga yang mengganggu gugat konstitusi negara. Ia pun menyinggung perubahan konstitusi yang dilakukan secara tidak wajar.

Pembangunan Tak Berjalan jika Kotak Kosong Menang, Menurut Rumah Demokrasi

Hal tersebut disampaikan Megawati saat memberikan pidato politik dalam di acara pemberian rekomendasi calon kepala daerah di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus 2024.

Awalnya, Megawati menegaskan perjuangan bangsa Indonesia sangat luar biasa besarnya. Ia pun menyebutkan, konstitusi tak boleh diganggu gugat. "Tadi saya bilang itu kristalisasi loh Karena itulah konstitusi itu selalu harus memiliki roh. roh ruh. Apa artinya? Tidak boleh diganggu gugat oleh seorang manusia Indonesia," ujar Megawati.

Indikator Politik: Elektabilitas Pasangan Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan Unggul di Pilgub Jabar

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri

Photo :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Presiden kelima RI itu menilai konstitusi merupakan buatan para pendiri bangsa Indonesia. "Karena itu bikinan para pendiri Republik bangsa Indonesia saudara-saudara yang saya cintai," kata Megawati.

MK Bilang Pembentuk UU Tidak Boleh Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Publik

"Apa merubah konstitusi negara dengan cara yang sangat-sangat tidak wajar," ujarnya.

Megawati juga membacakan salah satu pasal yang menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah bersifat final dan mengikat.

"Demikian halnya terhadap. Ini saya suruh cari. Pasal 24c ayat 1, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Kalau kerennya kan, final and binding, keren toh," kata Megawati.

"Untuk menguji undang-undang, berarti undang-undang berada di bawahnya, terhadap undang-undang dasar," katanya. 

Ia juga menegaskan barangsiapa yang menentang pasal tersebut, maka dia bukanlah orang Indonesia. Ia menyebut pihak yang menentang juga melanggar konstitusi.

"Kalau ada orang yang akan menantang apa yang berbunyi di pasal-pasal ini, maka dia bukan orang Indonesia. Saya enggak mau salah aturan. Jadi apa amanat ini? Tidak bisa ditafsirkan lain. Karena itulah mengingkari keputusan MK, sama saja artinya dengan pelanggaran konstitusi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya